Dengan Yakin, Menhan Inggris Izinkan Perempuan Bertugas di Resimen RAF

0

Inggris membuat langkah maju dalam kesetaraan bagi perempuan untuk berada di medan tempur. Keputusan itu disampaikan Menhan Inggris Michael Fallon dalam ajang RAF Air Power Conference baru lalu, bahwa perempuan diberi diizinkan bertugas di Resimen AU Inggris (RAF), di divisi pertempuran jarak dekat untuk pertama kalinya sejak September tahun lalu.

Didirikan 1942, Resimen RAF diberi tugas melindungi pangkalan AU Inggris, pesawat dan peralatan baik di markasnya maupun di luar negeri. Semua personelnya dilatih CBRN (chemical, biological, radiological, nuclear) dan dilengkapi dengan kendaraan canggih dan alat deteksi.

Selama keberadaannya, bahkan sejak Perang Dunia II, unit ini eksklusif dikuasai tentara pria.

Pelibatan tentara perempuan Inggris di garis depan bisa ditelurusi sejak tahun 2002.  Saat itu pemerintah Inggris melaporkan mengenai perempuan di angkatan bersenjata, mencatat bahwa perempuan dikecualikan dari penugasan yang membuat mereka harus “dekat dan membunuh musuh secara langsung”.

Daftar divisi yang termasuk ke dalam kategori ini adalah Royal Marines General Service, Household Cavalry dan Royal Armoured Corps, Infantry dan RAF Regiment.

“Semua beroperasi dalam tim kecil dimana komponen dasarnya adalah four person fire team, yang mungkin harus menghadapi musuh dari jarak dekat. Lingkungan ini menimbulkan tuntutan luar biasa pada individu, dimana sukses atau gagal dan bertahan, bergantung kepada kekompakan tim dalam keadaan ekstrem yang tidak memiliki pembanding langsung dalam kehidupan sipil,” tulis laporan.

Laporan tersebut menambahkan, ketika mempertimbangkan apakah akan mengubah kebijakan ini dengan mengambil pengalaman dari negara lain. Seperti diketahui, hanya Uni Soviet (dalam Perang Dunia II) dan Israel yang menggunakan perempuan dalam misi pertempuran jarak dekat.

Selain itu, meski beberapa negara menerima perempuan untuk menjadi tentara, mereka tidak pernah diuji untuk memasuki medan pertempuran.

Namun, larangan itu telah dicabut pada Juli 2016. Perdana Menteri Inggris David Cameron (saat itu), mengatakan bahwa perempuan diizinkan mendaftarkan diri di unit kavaleri, infanteri, dan lapis baja.

Keputusan ini pun mulai diterapkan secara bertahap. Dimulai dengan Royal Armoured Corps. Resimen RAF yang dijadwalkan membuka rekrutmennya pada saat bersamaan dengan infanteri dan marinir, ternyata mempercepat rencananya.

Dengan pengumuman itu, Fallon mengatakan bahwa kekuatan yang beragam akan menjadi kekuatan yang “lebih efektif secara operasional”.

“Saya senang Resimen RAF akan terbuka untuk perekrutan terhadap perempuan. Individu yang mampu memenuhi standar resimen akan diberikan kesempatan bertugas, terlepas dari jenis kelamin mereka. Ini adalah momen menentukan bagi RAF, sebagai unit pertama yang memiliki setiap kecabangan yang terbuka untuk kedua jenis kelamin,” jelas Fallon.

Pemerintah Inggris pun berkomitmen mengajak lebih banyak perempuan bergabung ke angkatan bersenjata, dengan menawarkan pola kerja yang fleksibel agar sesuai dengan kehidupan mereka.

Namun dorongan pemerintah untuk kesetaraan militer itu sedikit memicu tekanan politik bagi pemerintah. Saat kebijakan tersebut diumumkan Cameron, Kolonel (Pur) Richard Kemp mengatakan dengan sinis, bahwa mengizinkan perempuan berperang di garis depan akan menjadi tindakan bodoh yang akan dibayar dengan darah. Ia menyebut langkah tersebut seperti menyamakan dengan eksperimen rekayasa sosial.

Ditanggapi oleh Jenderal Sir Nicholas Carter, bahwa keputusan ini akan dijaga agar tidak terpeleset, dan perempuan akan didukung dengan benar jika dan kapan mereka akan dilibatkan untuk pertama kalinya di medan tempur. Bagaimanapun, lebih dari 80% lapangan kerja di angkatan bersenjata terbuka untuk wanita,” ujarnya. 

Meskipun demikian, kekhawatiran masuknya perempuan ke garis depan tentu memiliki dasar. Tuntutan fisik bagi personel dalam penugasan semacam ini jelas sangat tinggi. Pengurangan standar hanya akan menimbulkan risiko signifikan, sesuatu yang dihindari di militer.

Perbedaan kemampuan fisik pria dan perempuan, adalah sesuatu yang sudah pasti dan menjadi pekerjaan untuk disatandarkan. Perempuan juga memiliki keterbatasan untuk mengembangkan kekuatan otot dan kebugaran aerobik. Sehingga dengan demikian, hanya sekitar satu persen perempuan yang bisa menyamai kinerja rata-rata pria.

Perbedaan biologis ini membuat perempuan memiliki keterbatasan dalam bekerja yang membutuhkan bena fisik lebih tinggi. Jikapun harus dilakukan, beban kerja fisik yang sama dengan laki-laki, perempuan harus bekerja 50-80% lebih keras dari pria. 

Sebuah penelitian yang dikutip media Inggris menyampaikan, bahwa kurang dari 5% dari 7.000 perempuan di satuannya akan lulus tes kebugaran infanteri.

 

Teks: beny adrian

Share.

About Author

Being a journalist since 1996 specifically in the field of aviation and military

Leave A Reply