Bincang Siang dengan Letjen (Pur) Soegito: Saya Masih Kuat Pull Up Loh!

0

Waktu berjalan begitu cepat bagi Letjen (Pur) Soegito. Rasanya baru kemarin ia menyelesaikan pendidikan Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang dan dilantik Presiden Soekarno bersama 147 perwira muda alumni AMN pada Selasa, 19 Desember 1961, pukul 09.00 WIB di Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta.

Pada saat itu, Soekarno juga melantik 141 orang dari Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad) Bandung.

Soegito mengenang masa itu, betapa terhormatnya mereka berdiri tepat di depan podium menghadap Bung Karno, di antara rakyat dan Sang Proklamator.

“Pelantikan perwira dalam sebuah rapat raksasa dengan pernyatan Trikora, merupakan pelantikan unik yang tidak akan pernah terjadi lagi,” kenang kelahiran Yogyakarta 15 Februari 1938 ini seperti ditulis di bukunya “Letjen (Purn) Soegito: Bakti Seorang Prajurit Stoottroepen” (2015).

Soegito pun sah menerima pangkat Letnan Dua (Infanteri). Pria gemar olahraga ini berdiri di urutan ke-24 dari 148 perwira muda lulusan AMN 1961, dan mendapat NRP 18810.

Sementara teman-temannya dari alumni AMN 1 dan 2 menjadi angkatan pertama lulusan AMN yang mengikuti pendidikan Komando RPKAD di Batujajar tahun 1964, Soegito justru kebagian tugas ke medan operasi.

Teman-temannya yang mengikuti pendidikan Komando adalah Letda Inf Eddie Sudrajat (AMN 1), Letda Inf Feisal Tanjung, dan Letda Inf Kentot Harseno.

Sementara tujuh perwira remaja diberangkatkan ke Sulawesi dalam Operasi Tumpas yang dipimpin Pangdam XIV/ Hasanuddin Brigjen TNI Andi Mochammad Jusuf. Operasi ini mengejar gerombolan DI/TII di Sulawesi yang dipimpin Kahar Muzakar.

Perwira yang dikirim ke Sulawei adalah Letda Inf Sembiring Meliala, Letda Inf Roedito, Letda Inf Joko Lelono, Letda Inf Warsito, Letda Inf Soetedjo, Letda Inf Syamsumanegara, Letda CHB Bachtiar, dan Letda Inf Soegito.

Sekian tahun kemudian, Soegito dipercaya memimpin Detasemen Nanggala V Kopassandha yang diterjunkan di Dili pada 7 Desember 1975 dalam Operasi Seroja.

Ditemui di kediamannya di kawasan Cijantung, Jakarta Timur (24/5/2018), Soegito dalam usianya 80 tahun masih bersemangat menceritakan masa-masa mudanya yang bisa diingatnya dengan jelas. Ia bahkan terlihat sangat sehat. “Sehatnya orang tua,” ujarnya tertawa.

Suaranya juga masih keras, terkadang lantang saat menceritakan masa lalunya sebagai perwira Kopassus. Wajah tuanya penuh ekspresi setiap kali menceritakan berbagai peristiwa. Kadang tertawa, mengeras, datar, atau cukup dengan senyum saja.

Cover buku “Letjen (Purn) Soegito: Bakti Seorang Prajurit Stoottroepen”. Foto: Dok.mylesat.com

Lalu apa rahasia sehat Pak Gito?

“Olahraga dan selalu bergerak, jalan pagi di komplek, saya masih kuat pull up loh,” akunya spontan.

Pull up adalah kebiasaan yang dilakukan Soegito sejak muda. Tak heran semasa Taruna AMN, ia mengaku agak melebihi teman-temannya dalam hal kegiatan fisik.

“Tangan dan jari-jari saya dulu kuat sekali, karena biasa pull up,” unggahnya.

Nama-nama besar tokoh militer seperti Moeng Parahadimulyo, Benny Moerdani, Rudini, Muhamad Arifin, Try Soetrisno, Syaiful Sulun, Siboen, Sintong Panjaitan, Wismoyo Arismunandar bahkan Presiden Soeharto, bisa mengalir begitu saja dari mulutnya dalam perbincangan siang itu.

Banyak kenangan indah dilaluinya selama menjadi perwira TNI, menjalani masa-masa kedinasan bersama nama-nama besar yang pernah menjadi tokoh dalam dunia kemiliteran Indonesia.

Meski sudah lama pensiun dari dinas kemiliteran, Soegito tetap memerhatikan isu-isu pertahanan dan keamanan. Seperti yang saat ini tengah ramai dibicarakan, yaitu soal terorisme.

Berkaca dari masa lalunya, Soegito agak menyesalkan dengan mudahnya saat ini orang-orang melakukan tindak kejahatan atau terorisme tanpa bisa dideteksi. Hal yang tidak mungkin terjadinya, jelasnya, di masa Orde Baru.

Meski tidak membenarkan sepenuhnya kebijakan masa itu, hal yang ditekankan Soegito adalah bekerjanya dengan maksimal semua instrumen keamanan dan pertahanan di bawah payung ABRI saat itu.

“Terutama intelijennya, masa itu kuat sekali,” kata Soegito.

Menjadi penekanan olehnya, badan intelijen menjadi penentu dan memainkan peran penting dalam menjaga keadaan tetap aman. “Pasukan itu kan penindak akhir, jangan cuma pasukannya yang dimodernkan tapi juga intelijen dong,” ucap mantan Atase Pertahanan RI di Vietnam ini.

Bahkan Soegito menekankan pentingnya meningkatkan peran Babinsa (Bintara Pembina Desa) sebagai ujung tombak pemantauan.

“Babinsa mestinya bisa memantau, ngecek orang-orang yang mencurigakan, bisa secara terbuka atau tertutup,” tuturnya lagi.

Soegito yang gemar nonton film perang dan membaca buku, tak lupa menitipkan biografinya yang sudah bisa diunduh secara online di: https://bit.ly/2K3xLNg.

“Terus terang saya senang karena sudah punya buku, karena ini akan jadi warisan saya dan tidak akan hilang,” kata suami dari (Alm) Sri Lestari yang memiliki dua putra yaitu Ninis Widiasti dan Roli Dewanto.

 

Teks: beny adrian

Share.

About Author

Being a journalist since 1996 specifically in the field of aviation and military

Leave A Reply