Reuni Akbar Thunder Family Skadron 11, Ternyata Sudah Melahirkan 7 KSAU

0

MYLESAT.COM – “Apa yang Bapak Supriyatmo tadi sampaikan adalah cerita yang sangat luar biasa, akan kami bukukan.”

Reaksi spontan itu disampaikan KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo usai mendengarkan kilas balik Skadron Udara 11 “Thunder Family” yang disampaikan oleh Marsma (Pur) Ignatius Supriyatmo dalam acara temu kangen Paguyuban Thunder di Gedung Sabang Merauke, AAU, Yogyakarta, Sabtu (13/8/2022).

KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo bersama perwira aktif Skadron 11 atau pernah berdinas di Skadron 11. Foto: beny adrian/ mylesat.com

Paguyuban Thunder atau Thunder Family adalah keluarga besar personel TNI AU yang (pernah) mengabdikan diri di Skadron Udara 11, Wing 5, Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan. Namanya Paguyuban, berarti anggotanya adalah semua anggota TNI AU yang aktif dan pernah berdinas di Skadron dengan motto Bajra Garda Bhuwana bermakna Petir Pelindung Tanah Air.

Thunder adalah callsign untuk para penerbang Skadron Udara 11, yang saat ini mengoperasikan pesawat Sukhoi Su-27/30 Flanker. Marsekal TNI Fadjar Prasetyo sendiri adalah pemegang Thunder Number 107.

Turut hadir beberapa mantan KSAU yaitu Marsekal TNI (Pur) Hanafie Asnan, Marsekal TNI (Pur) Djoko Suyanto (Thunder 35), Marsekal TNI (Pur) Imam Sufaat (Thunder 58), Marsekal TNI (Pur) Ida Bagus Putu Dunia (Thunder 70), dan Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna (Thunder 73). Semuanya pernah di Skadron 11 sebagai Thunder.

Acara ini dihadiri oleh ratusan keluarga besar Thunder yang berasal dari Jakarta, Makassar, Tarakan, Surabaya, Malang, Yogyakarta, Madiun, dan Solo. Dari tamtama hingga marsekal. Sudah pensiun hingga yang masih aktif. Semua berbaur menjadi satu, saling tegur sapa tanpa melihat pangkat, bernostalgia dan foto bersama.

Marsma (Pur) Rudi “Tarantula” Taran yang pernah menjadi Komandan Wing 300 dan membawahi Skadron 11 dan 12, mengaku bahagia sekali. “Hati saya senang sekali hari ini karena bertemu teman-teman anggota saya, tadi mereka panggil-panggil saya, Danwing Danwing,” aku Rudi Taran yang terlihat begitu bugar di usia 85 tahun.

Lalu cerita apa yang disampaikan Marsma (Pur) Supriyatmo yang akrab disapa Temo, juga Marsma (Pur) Rudi Taran hingga membuat Marsekal Fadjar begitu eforia?

Marsma (Pur) Rudi “Tarantula” Taran callsign Thunder 02, adalah yang tertua dari seluruh Thunder Family. Foto: beny adrian/ mylesat.com

Alumni AAU 1969 yang ditunjuk sebagai ketua panitia temu kangen Paguyuban Thunder ini memang didaulat berbagi cerita. Meski bukan Thunder karena berlatar belakang teknisi A-4 Skyhawk jebolan Israel, Temo memang sosok yang tepat.

Ia mengaku sebagai alumni Skadron 11 tertua di Yogyakarta. “Saya bukan Thunder, hanya family Thunder,” ujarnya buka omongan.

Temo masuk Skadron 11 tahun 1970 selepas pendidikan di AAU. Saat itu Skadron 11 berada di Lanud Abdulrahman Saleh, Malang.

“Jadi untuk yang hadir di sini memang saya paling tua di Skadron 11. Pak Rudi Taran memang paling senior. Kalau Pak Hanafie Asnan seangkatan, tapi saya lebih dulu masuk Wing 300. Saya ketemu Pak Hanafi di Skadron 11 saat sudah di Madiun,” tutur Temo.

Saat itu Komandan Skadron 11 adalah Kapten Udara Anggoro yang kemudian digantikan oleh Uting Sukirwan. Sebagai Kadisops saat itu Letnan FX Soejitno. “Sebenarnya banyak cerita soal Pak Soejitno, tapi karena beliau nggak ada ya nggak usah,” katanya.

Supriyatmo pun menuturkan pengalamannya sebagai perwira muda di Skadron Udara 11. Melihat skadron tumbuh dari keterbatasan hingga menjadi satuan tempur yang modern.

Pada 1974, Skadron 11 Lanud Abdulrahman Saleh dilikuidasi menyusul keluarnya perintah larangan terbang untuk seluruh armada pesawat MiG. Setelah itu muncul proyek Garuda Bangkit untuk mendatangkan F-86 Avon Sabre dari Australia guna melengkapi Lockheed T-33A-10 T-Bird (Shooting Star) dari Amerika Serikat.

Marsma (Pur) Ig Supriyatmo, ketua panitia temu kangen Thunder Family. Foto: beny adrian/ mylesat.com

Sebanyak 23 pesawat Sabre didatangkan disusul 19 pesawat latih T-33A pada 23 Agustus 1973. Pesawat diambil dari military stock AS di Subic, Filipina.

Menurut Temo, dalam proses mendatangkan F-86 Sabre maka Iswahjudi menjadi lengang. Penerbang tempur terbaik dari semua skadron tempur AURI saat itu, diseleksi dan dikumpulkan menjadi satu untuk kemudian dikirim mengikuti pendidikan di Australia.

Dalam ingatan Temo, mendatangkan Sabre adalah proyek paling hebat yang diketahuinya. Karena hampir satu skadron diberangkatkan ke Australia. Para penerbang berasal dari semua skadron tempur, Wing 300 dan Skatek 042. Skadron fighter terhebat karena kumpulan orang-orang terbaik.

Karena personel banyak yang terlibat dalam proyek Sabre, mengakibatkan jumlah personel yang tertinggal di skadron menjadi sedikit. “Saya tinggal sendiri di Malang karena personel sudah dibagi, ke skadron dan skatek,” jelasnya.

Tak lama setelah kedatangan T-33 dan Sabre, membuat AURI mengambil kebijakan untuk mengaktifkan kembali Skadron 11 di Madiun pada Oktober 1980. Saat itu Komandan Wing Tempur 300 adalah Mayor Udara Rudi Taran, yang dikenalnya sangat teliti.

Ada peristiwa unik diingat Temo. Saat itu hampir semua penerbang Skadron 11 tengah mengikuti konversi di Australia. Namun di saat bersamaan harus dilaksanakan upacara penyerahan tunggul Skadron 11, 12, 14, dan Skatek 042.

Inilah keluarga besar Thunder Family dari masa ke masa, dari berbagai level kepangkatan, baik yang masih aktif maupun yang sudah purnawirawan. Foto: beny adrian/ mylesat.com

“Meski bukan penerbang, saya yang menerima tunggul sebagai yang tertua di skadron,” ungkap Temo yang menjadi pejabat komandan Skadron 11. Masa-masa itu semua serba terbatas. Sehingga apabila anggota teknik harus kerja lembur, mereka hanya dibekali daun pisang dan kertas koran.

Banyak kenangan pahit dialami Temo bersama pesawat T-33. Beberapa penerbang gugur saat mengoperasikan pesawat ini. Seperti Mayor Uting Sukirwan dan Lettu Sutadi, jatuh di Desa Cangkringan di kaki Gunung Lawu tak lama setelah lepas landas pada 18 Januari 1976.

Kejadian lainnya adalah pesawat T-33 jatuh di pangkalan sesaat sebelum mendarat. Penerbang mencoba membuat loop sebelum landing namun gagal hingga pesawat jatuh di dekat flight line T-33. Saat itu pesawat T-33 disiapkan untuk operasi di Timtim. Sedangkan F-86 Sabre untuk aerobatik dipimpin Mayor Soejitno.

Pesawat T-33 lainnya jatuh di Blitar. Kejadian ini tidak pernah dilupakan Supriyatmo, karena mengingatkannya kepada betapa dekatnya kematian itu. Namun jika belum takdir, tidak akan terjadi.

Hari itu sedianya ia diajak rekannya terbang ke Blitar. Penerbangan khusus, karena Hari Mulyono berencana membuat kejutan di Blitar untuk memperingati hari kelahiran Presiden Soekarno. Pesawat kedua diterbangkan Letnan Yunianto.

Dalam perjalanan dari rumah, Hari sudah menyampaikan rencananya kepada Supriyatmo. “Besok ulang tahun Bung Karno, yuk nyamber Blitar,” ajak Hari.

Maka selesai olah raga pagi, Temo sudah bersalin coverall dan bersiap untuk terbang. Tiba-tiba dihampiri anak buahnya. “Pak Temo, suku cadang kalau yang ambil bukan Pak Temo tidak diperbolehkan,” kata anggotanya melapor.

KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo bersama para mantan KSAU dan perwira tinggi pemegang Thunder Number. Foto: beny adrian/ mylesat.com

“Saya bilang Hari, aku nggak bisa ikut karena harus urus suku cadang supaya pesawat iso mabur,” katanya. Hari kemudian ditemani Wartono. Selesai ambil suku cadang dari gudang, Temo masuk hangar Skadron 11 yang sekarang Skadron 3. Begitu masuk, anak buahnya langsung melapor. Pak Hari Mulyono jatuh!

Thunder

Menurut Marsma (Pur) Rudi Taran, banyak yang tidak paham asal usul Thunder, yang sesungguhnya diambilkan dari nama pesawat T-33 Thunder Bird.

Rudi Taran menjadi satu dari dua penerbang yang dikirim ke Amerika Serikat pada 1973 untuk konversi T-33. Ketika itu enam IP (instruktur penerbang) Wingdik 1 dikirim ke AS. Dari lifting 63 adalah Rudi Taran dan Nurudin. Lifting 64 adalah Kadar Poeraatmaja, Sofyan, dan Sukirwan serta lifting 65 yaitu Rilo Pambudi yang menjadi KSAU ke-11.

“Kami membuat callsign standar yaitu Thunder dari Thunder Bird,” aku Rudi Taran. Mereka menetapkan bahwa Thunder 01 hanya dipakai oleh komandan skadron. Sedangkan Thunder 02 Rudi Taran, Thunder 03 Kadar, Thunder 04 Sukirwan, dan Thunder 07 Rilo Pambudi. “Dari enam orang itu, yang tersisa hanya saya dan Pak Rilo,” jelasnya.

Hingga saat ini pemegang nomor Thunder sudah mencapai 166 penerbang alias Thunder 166.

Rudi Taran mengikuti pendidikan penerbang di Cekoslovakia tahun 1960. Dua tahun kemudian mereka buru-buru dipulangkan untuk persiapan perebutan Irian Barat. Sebanyak 13 orang penerbang yang kembali dari Cekoslovakia ini, dicek komandan Skadron dan komandan Wing di Madiun.

Dalam perjalanannya, satu orang gugur. Dari 12 orang itu, setelah evaluasi, dua orang pindah ke bomber dan satu ke transpor. Dari sembilan tersisa, tiga orang masuk Skadron 11 di Malang yaitu Rudi Taran, Yosep, dan Zainuddin Sikado. Sementara dua orang ke Skadron 14 dan Skadron 12 di Kemayoran.

“Kami semua 13 orang, tinggal saya doang yang masih hidup,” ungkap Rudi Taran lagi.

Sebagai komandan Wing 300, Rudi Taran membawahi Skadron 14 pesawat F-5E/F Tiger II dan Skadron 11 pesawat A-4 Skyhawk. Rudi Taran menjabat Danwing Tempur 300 selama lima tahun.

Kebahagiaan purnawirawan anggota Skadron 11 saat berkesempatan foto bareng KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo. Foto: beny adrian/ mylesat.com

“Saya harap (reuni) Thunder bisa berlanjut, karena ini bagus agar senior dan yunior tetap kontak dan jangan terpisah. Mungkin bisa diadakan dua atau tiga tahun sekali,” harapnya. Sebagai senior, Rudi Taran mengaku bangga karena para yuniornya berhasil meraih posisi tertinggi di TNI AU sebagai KSAU.

Mereka adalah Rilo Pambudi, Hanafie Asnan, Djoko Suyanto, Imam Sufaat, Ida Bagus Putu Dunia, Agus Supriatna, dan Fadjar Prasetyo.

Namun dalam lingkup lebih luas sebagai Danwing 300, Rudi Taran malah mengajak para yuniornya untuk juga merencanakan reuni Thunder (Skadron 11) dan Eagle (Skadron 14). “Thunder dan Eagle dari Wing 300 kalau mengadakan reuni bersama, akan luar biasa, karena kebanyakan pemimpin dari Thunder dan Eagle,” pancing Rudi Taran.

Ketika didaulat memberikan sambutan, Marsekal TNI Fadjar “Bobcat” Prasetyo terlihat sangat menghormati para seniornya. “Bapak-bapak yang berdinas di Skadron 11 telah membentuk saya sebagai perwira untuk karier selanjutnya. Saya merasakan keakraban senior yunior, kedisiplinan dan senang susah dilalui bersama,” kenang Fadjar.

Bobcat, call sign-nya di A-4 Skyhawk, memang tidak lama berdinas di Skadron 11, hanya lima tahun. “Pertemuan hari ini membangkitkan memori lama bahwa perjalanan karier saya di TNI AU dimulai dari Skadron 11 (1990-95). Dengan penuh rasa bangga saya sangat bersyukur mendapatkan Thunder Number 107 dengan call sign Bobcat. Pada saat itu komandannya almarhum Tedi Sumarno dilanjutkan Pak Yunianto, ada senior Pak Putu, Pak Hari Mulyono, Kadishar Pak Subagyo, Danflight Har Pak Warso. Saya bahagia karena rekan-rekan teknisi juga hadir dan dalam keadaan sehat walafiat semua,” pungkas Fadjar haru.

Selintas Fadjar menceritakan pengalamannya saat di Skadron 11, yang diistilahkannya seperti rombongan sirkus.

Setiap kali squadron move seperti ke Madiun atau Pekanbaru, mereka selalu bersama-sama. Ke mana-mana selalu rombongan jadi persis rombongn sirkus. “Saya saat itu masih yunior, jadi lebih senang dinas luar karena ULP (uang lauk pauk) aman, lumayan buat disimpan,” kelakar Fadjar disambut tepuk tangan riuh.

KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mengaku bangga dan bersyukur sebagai pemegang Thunder 107 dengan callsign Bobcat. Foto: beny adrian/ mylesat.com

Disampaikan Marsekal Fadjar, Skadron Udara 11 merupakan skadron tempur di jajaran TNI AU yang telah menorehkan pengabdian terbaiknya sejak dibentuk pada 1 Juni 1957 di Lanud Andir (Lanud Husen Sastranegara), Bandung, Jawa Barat. Lintasan sejarah menuliskan bahwa satuan ini selalu dipercaya dalam operasi penting seperti Operasi Trikora, Dwikora, dan Seroja.

“Kesempatan seperti ini baik untuk silaturahim dan berbagi cerita. Senior berbagi petuah dan nasihat sehingga Skadron 11 bisa melanjutkan pengabdian dengan aman dan lancar. KSAU berharap agar keakraban dan kekeluargaan paguyuban Thunder tetap solid dan tidak lekang oleh waktu.

“Salam bangga dengan paguyuban Thunder, Bajra Garda Bhuwana, Petir Pelindung Tanah Air,” tutup KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo.

Share.

About Author

Being a journalist since 1996 specifically in the field of aviation and military

Leave A Reply