Sejak 23 Februari 2015, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 26 tahun 2015 tentang Kantor Staf Presiden. Peraturan ini mengganti Unit Kerja Kepresidenan yang dibentuk sebelumnya.
Kantor Staf Kepresidenan (KSP) dipimpin oleh seorang pejabat tinggi yang disebut Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia.
Kepala Staf Kepresidenan adalah jabatan setingkat menteri yang bertugas memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi Kantor Staf Kepresidenan dalam memberikan dukungan kepada presiden dan wakil presiden dalam melaksanakan pengendalian program prioritas nasional, komunikasi politik, dan pengelolaan isu strategis.
Karena tugas dan fungsinya sangat strategis, seorang Kepala Staf Kepresidenan bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Kepala Staf Kepresidenan sudah dipegang oleh tiga tokoh, yaitu Luhut Binsar Panjaitan, Teten Masduki, dan saat ini dipegang Moeldoko.
Jika ditelusuri ke belakang, jejak pembentukan Kepala Staf Kepresidenan rupanya sudah ada sejak era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Setidaknya hal itu terungkap di dalam biografi “Nanok Soeratno Kisah Sejati Prajurit Paskhas” (2013) yang diterbitkan oleh Majalah Angkasa.
Rencana pembentukan Kepala Staf Kepresidenan ini dilontarkan Marsdya (Pur) Budhy Santoso yang saat itu menjabat Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres).
Kisah ini bermula dari beredarnya rumor yang mengatakan bahwa Budhy yang mantan Komandan Korpaskhas akan menjadi KSAU.
“Sesmil itu tidak semuanya berbintang tiga, tapi yang saya ganti kebetulan bintang tiga. Saya tidak pernah meminta kepada Gus Dur untuk itu, malah beliau yang terus menanyakan kepada saya, setidaknya empat kali, supaya saya urus (kenaikan pangkat) bintang tiganya. Tapi saya kan tidak berani urus (yang begitu). Sampai suatu hari sebelum berangkat ke China, Gus Dur bilang bahwa saya sudah harus bintang tiga (sekembalinya beliau),” jelas Budhy.
Sebagai tindak lanjut, surat dilayangkan Sekretaris Presiden ke Panglima TNI bahwa Sesmil (akan) naik jadi bintang tiga.
“Karena itu diisukan bahwa saya buat sendiri (kenaikan pangkatnya) karena Gus Dur (maaf) tidak melihat (surat keputusannya).” Namun, menurut Budhy, yang tanda tangan surat waktu itu adalah Megawati sebagai wakil presiden karena ada pembagian tugas antara presiden dan wakil presiden.
“Padahal oleh Gus Dur saya akan dijadikan kepala staf (kepresidenan),” katanya lagi.
Masih menurut Budhy seperti dijelaskannya di dalam buku tersebut, oleh Gus Dur dirinya akan dijadikan Kepala Staf Kepresidenan alias Chief of Staff of President Office.
“Saya sampai dipanggil Alwi Shihab (Menlu), diminta ke Gedung Putih untuk belajar tentang kepala staf, juga ke Perancis. Saya dikirimi job desk kepala staf. Kalau itu jadi, saya bintang empat. Jadi karena itu kamu bintang tiga dulu, kata Gus Dur, baru nanti bintang empat,” beber Budhy lagi.
Di Gedung Putih, kepala staf kepresidenan adalah orang ketiga dalam keseharian di istana setelah wapres.
Dijelaskan Budhy lagi, job desk Kepala Staf Kepresidenan itu adalah what is in the mind of president is act the mind of chief of staff.
Saat ini Marsdya (Pur) Budhy Santoso menjalankan amanah sebagai duta besar Indonesia untuk Panama.
Teks: beny adrian