MYLESAT.COM – Saat mengunjungi Depo Pemeliharaan 50 (Depohar) di Lanud Adi Sumarmo, Solo, Jawa Tengah tahun 2020, KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo menyampaikan rencana pengajuan 34 radar GCI (Ground Control interception) baru untuk menutup seluruh wilayah Indonesia.
Baca Juga:
- Satrad 242 Biak, Penjaga Pintu Utara di Wilayah Papua
- Kunjungi Depohar 50, KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo Ungkap Keinginan Menhan Prabowo Prioritaskan Pengadaan Radar
- Kunker KSAU di Lanud Sultan Hasanuddin, Dari Rencana Akuisisi 25 Radar Hingga Optimalisasi Intelud
Indonesia memang teramat luas. Saat ini TNI AU menggelar 20 Satuan Radar (Satrad) yang tergelar dari Sabang sampai Merauke. Ke-20 Satrad ini berada di bawah tiga Komando Sektor di bawah Koopsudnas.

KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo saat meninjau lokasi pembangunan Satuan Radar di Jayapura. Foto: beny adrian/ mylesat.com
TNI AU mengoperasikan beberapa jenis radar. Seperti radar Thomson, Plessey, Master-T, dan Weibel. Dari segi jangkauan, pindaian radar berkisar pada area sejauh 400 km dengan jangkauan minimum sekitar 8 km dan coverage 360 derajat. Ketinggian deteksi bisa mencapai 100.000 kaki (30,48 km).
Namun sekali lagi, jumlah radar eksis saat ini masih belum ideal jika dibandingkan dengan luas wilayah Indonesia. Sehingga angka 34 yang pernah disampaikan KSAU, pun menjadi masuk akal.
Terakhir diberitakan bahwa Kementerian Pertahanan mengupayakan pengadaan 25 radar untuk TNI AU. Hal itu juga ditegaskan KSAU saat melaksanakan kunjungan kerja di Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar.
KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo menyampaikan kembali rencana pemerintah untuk membeli 25 unit radar GCI baru. “Semoga bisa segera terwujud, meski 25 radar tapi belum cukup karena luasnya wilayah negara kita,” urai KSAU.
Sesuai fungsinya, radar GCI dioperasikan untuk mengawasi pergerakan objek di udara. Konsep radar adalah bekerja dengan mengukur jarak dari sensor ke target. Ukuran jarak didapat dengan cara mengukur waktu yang dibutuhkan gelombang elektromagnetik selama penjalarannya mulai dari sensor ke target dan kembali lagi ke sensor.

Dome radar Master-T di Satrad 242 Biak. Radar ini melakukan deteksi dini, pengendalian intersepsi pesawat tempur sergap dan pesawat sergap low speed dalam rangkap operasi pertahanan udara. Foto: beny adrian/ mylesat.com
Dalam ranah militer, pengawasan menggunakan radar ini menjadi sesuatu yang tidak bisa ditawar karena menyangkut kedaulatan sebuah negara.
Radar yang mampu bekerja 24 jam tanpa henti, adalah sebuah alutsista yang difungsikan untuk menjaga sebuah negara seperti layaknya mata dan telinga.
Dengan sensornya yang sensitif, radar bisa melihat dan mendengar setiap objek terbang di coverage area-nya. Karena secanggih apapun pesawat tempur, tidak mungkin diperintahkan patroli nonstop. Pun sebuah UAV, tetap memiliki limitasi terbang. Disinilah peran satuan radar.
Itu sebabnya dalam kunjungan kerjanya ke wilayah Papua pada 22-24 Agustus 2022, KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mendatangi dua satuan radar yang berada di wilayah Jayapura dan Biak.
Sejatinya hanyalah satu Satrad saja, yaitu Satrad 242 Tanjung Warari di Biak. Karena Satrad pertama yang ditinjau KSAU dan berada di utara Jayapura, masih belum selesai pembangunannya. Perumahan dan sejumlah bangunan perkantoran memang sudah selesai, namun unit radar yang dipesan belum tiba.

KSAU meninjau lokasi pembangunan Satuan Radar di Jayapura di dampingi Pangkoopsudnas. Foto: beny adrian/ mylesat.com
Proyek pembangunannya sendiri sudah dimulai sejak tahun 2013.
“Kita berharap (radar) ini bisa direalisasikan dalam waktu dekat,” ungkap Fadjar. Harapan KSAU tentu tidak berlebihan dengan mempertimbangan luas wilayah udara di Papua yang harus dijaga.
Seperti kita ketahui, Papua berbatasan langsung dengan sejumlah negara. Wilayah udaranya menjadi perlintasan terdekat dari utara ke selatan atau sebaliknya.
Apalagi jika diselaraskan dengan rencana pemerintah membangun pusat peluncuran roket di Biak, program pembangunan Satrad di Papua semakin mendesak.
Di Biak sedang dibahas rencana membangun pusat peluncuran roket (space port). Biak dinilai sebagai lokasi strategis pusat peluncuran roket karena berada di lintasan khatulistiwa yang mempersingkat jarak orbit, selain dekat dengan laut sebagai tempat pembuangan sisa roket.
Saat ini Komando Sektor III di Biak Numfor membawahi lima Satrad. Terdiri dari Satrad 241 di Buraen Nusa Tenggara Timur; Satrad 242 di Tanjung Warari, Biak; Satrad 243 di Timika, Satrad 244 di Merauke; dan Satrad 245 di Saumlaki.

KSAU meninjau ruang kontrol radar Master-T Satrad 242 di Biak, didampingi Komandna Satrad Letkol Lek Nopriansyah. Foto: beny adrian/ mylesat.com
Jelas jumlah yang ada sangat tidak mencukupi. Kekosongan satu wilayah dari cakupan radar berpotensi menimbulkan ancaman terhadap kedaulatan Indonesia. Ruang kosong seperti ini sering dimanfaatkan untuk melakukan terbang lintas secara diam-diam, biasa disebut black flight.
Karena tujuannya adalah untuk pertahanan, radar militer yang dioperasikan TNI AU berada pada titik terluar dari sebuah wilayah. Seperti radar yang sedang dibangun di Jayapura, berada di utara dan menghadap ke Samudera Pasifik. Demikian pula Satrad 242 di Biak.
Untuk itu dalam kunjungannya ke Papua, KSAU meminta kepada seluruh prajurit TNI AU yang ditempatkan di Satrad untuk memberikan pengabdian terbaiknya. Jauh dari keluarga dan berada di lokasi terpencil, menjadi tantangan tersendiri bagi anggota Satrad TNI AU.
Rencana akuisis 25 radar Ground Control Interception untuk TNI AU ini seperti dikutip cnbcindonesia.com pada Februari 2022, dipandang strategis sekaligus mendesak karena terdapat sejumlah radar pertahanan udara yang sudah melampaui masa daur hidupnya sehingga harus segera diganti, selain kebutuhan mendirikan Satuan Radar baru di wilayah perbatasan.

Bangunan perkantoran Satrad Jayapura sudah selesai dibangun saat ditinjau KSAU. Foto: beny adrian/ mylesat.com
Untuk itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mengalokasikan 750 juta dolar AS dalam PSP (Penetapan Sumber Pembiayaan) untuk membeli radar pertahanan udara dan tiga produsen radar asal Eropa telah menunjukkan minat.
Apabila Kemhan dapat menandatangani kontrak pengadaan 25 radar GCI paling lambat 30 April 2022, maka masih terdapat alokasi RMP (Rupiah Murni Pendamping) dari APBN tahun fiskal 2022.
Kita tentu berharap pengadaan radar ini bisa berjalan sesuai rencana, demi kedaulatan NKRI.