Kencana Zero Four: Misi Menantang Jemput WNI di Afghanistan

0

MYLESAT.COM – Kita patut bersyukur karena pesawat Boeing B737-400 A-7305 “Kencana Zero Four” (04) TNI AU dari Skadron Udara 17, mendapat izin mendarat di Bandara Hamid Karzai Kabul Afghanistan untuk mengevakuasi warga negara Indonesia (WNI) dan telah kembali ke tanah air. Padahal izin sempat dicabut, namun tidak sampai ditolak.

Baca Juga:

“Semula kita sudah mendapat slot pendaratan untuk 19 Agustus pagi sekitar pukul 04.10. Namun izin itu ditarik dan ditunda karena adanya perkembangan lapangan yang tidak kondusif. Perubahan yang sangat cepat menggambarkan dinamika lapangan yang terus berubah. Dengan situasi baru ini berarti kita harus mengurus izin baru lagi,” beber Menteri Luar Negeri Retno L. Marsudi, pagi menjelang subuh, Sabtu (21/8/2021) di Ruang VIP Lanud Halim Perdanakusuma.

Namun ada kebahagiaan saat melihat A-7305 menjejakkan roda pendaratnya di runway Lanud Halim Perdanakusuma pada pukul 03.05 WIB. Wartawan yang sudah menunggu pun antusias meliput.

Pesawat B737-400 A-7305 Kencana Zero Four, baru saja tiba di Lanud Halim Perdanakusuma. Foto: beny adrian/ mylesat.com

Setelah pesawat berhenti, tim khusus berpakaian hazmat menaiki pesawat untuk melakukan sterilisasi. Mengantisipasi penumpang sakit dan situasi emerjensi lainnya.

Barulah setelah prosedur kesehatan diselesaikan, satu per satu sebanyak 26 WNI serta lima warga negara Filipina dan dua warga Afghanistan turun dari pesawat.

Menlu Retno Marsudi, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, dan KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo yang menyambut, terus melambaikan tangan kepada semua penumpang.

Menegangkan

Akhir yang membanggakan dari sebuah misi. Seperti disampaikan KSAU kepada seluruh kru pesawat Kencana 04 dan tim Satuan Bravo 90 Paskhas setelah mendarat di Halim.

“Saya sangat bangga kepada kalian, dengan persiapan yang begitu cepat, kalian mampu menunjukkan profesionalisme. Merupakan kebanggaan bagi seorang prajurit yang telah sukses melaksanakan tugas operasi dan kembali dalam keadaan selamat,” ungkap Marsekal Fadjar bangga.

Dua kali KSAU kemudian mengucapkan kata yang sama: “Kalian luar biasa.”

Misi penjemputan WNI di Afghanistan ini disiapkan sangat cepat. Skadron 17 hanya memiliki waktu satu hari untuk mempersiapkan pesawat dan kru.

Mayor Pnb Mulyo Hadi menuturkan, dirinya menerima perintah terbang pada 16 Agustus 2021 malam. Ia diminta menyiapkan rencana pergerakan pesawat B737-400 ke Afganistan.

“Kami menerima perintah pada hari Senin, 16 Agustus 2021 malam pukul 21.00 WIB, rencana pergerakan diselesaikan malam itu juga sekitar pukul 2. Hari berikutnya (Selasa, 17 Agustus 2021) personel yang telah ditunjuk melaksanakan rapat bersama dengan Satgas dan Tim Evakuasi lainnya di Hotel Westin,” ungkap Mayor Mulyo.

Lain hal di Kemenlu sendiri, seperti dituturkan Menlu Retno, rencana evakuasi telah disiapkan selama beberapa hari secara hati-hati. Kehati-hatian diperlukan mengingat adanya dinamika lapangan yang sangat tinggi dan situasi yang sangat cair.

Tim kesehatan menuju pesawat sesaat setelah mendarat. Foto: beny adrian/ mylesat.com

“Semua kehati-hatian harus kita lakukan demi keselamatan rakyat Indonesia dan evacuee lainnya dan demi kelancaraan misi evakuasi keseluruhan,” kata Retno.

Dijelaskan Retno, awalnya evakuasi direncanakan menggunakan pesawat sipil. Namun di tengah jalan, rencana harus diseusaikan dengan kondisi lapangan yang berubah.

“Sesuai koordinasi dengan Panglima TNI, diputuskan evakuasi menggunakan pesawat militer. Selama masa persiapan, koordinasi dilakukan dengan pihak terkait dan persiapan dilaporkan kepada Presiden,” ujar Retno. Disebutkan Retno, ia melaporkan rencana evakuasi kepada Presiden Joko Widodo pada 18 Agustus 2021.

Rencana evakuasi juga dibeberkan Retno kepada Menkopolhukam, Panglima TNI, Kapolri, Wakil Kepala BIN, dan Kepala Staf Kepresidenan.

Setelah semua tetek-bengek administrasi selesai, A-7305 lepas landas dari Lanud Halim Perdanakusuma pada 18 Agustus pukul 06.00.

Dalam penerbangan khusus atau special flight ini, pesawat Boeing B737-400 A7305 menggunakan callsign Kencana Zero Four. Penggunaan 04 (Zero Four) sesuai ketentuan yang berlaku di Skadron Udara 17 untuk misi penerbangan khusus ke luar negeri.

“Briefing terakhir dilakukan pukul 04.50, kemudian saya secara resmi melepas keberangkatan tim,” ucap Retno.

Pesawat dengan 13 kru, enam personel Satbravo, dan tim dari BIN, Bais, Koopsus TNI, dan Kementerian Luar Negeri ini menempuh rute Jakarta, Aceh, Kolombo, Karachi, dan Islamabad. Penerbangan berlangsung sekitar 17 jam.

Dari awal keberangkatan, pesawat memang dirancang untuk bermalam di Islamabad, Pakistan. Islamabad adalah poin terdekat ke Kabul, dengan waktu tempuh penerbangan hanya 40 menit.

Kepada kru juga disampaikan bahwa pesawat harus disiapkan bergerak cepat jika kesempatan landing berubah sewaktu-waktu.

Karena misi dilaksanakan di tengah situasi chaos di Afghanistan, Kemenlu pun mengurus segala sesuatunya secara paralel. Karenanya begitu pesawta take off dari Halim, tim Kemenlu melanjutkan mengurus semua perizinan yang masih tersisa. Termasuk izin lintas udara dan izin mendarat di Kabul. Di antara izin lintas udara yang sedikit terlambat adalah dari India.

B737-400 A-7305 Kencana Zero Four akhirnya mendarat di Islamabad pada pukul 20.27 waktu setempat.

Mendapatkan izin untuk mendarat di Bandara Hamid Karzai di Kabul, tidaklah mudah. Karena saat itu nyaris terjadi kekosongan otoritas, sementara sejumlah negara ingin secepat mungkin bisa membawa warganya. Untuk itu, NATO mengambil alih kontrol di bandara demi alasan keselamatan.

Tim di Jakarta bekerja ekstra dari 18 – 20 Agustus, hingga dini hari. Baik mempersiapkan rencana evakuasi maupun mengurus izin mendarat di Kabul. Pesawat diperintahkan standby di Islamabad.

19 Agustus 2021, pukul 11.00, Menlu Retno memimpin rapat koordinasi yang diikuti Tim Jakarta, Islamabad, dan Kabul.

“Kami assessment kondisi di Afghanistan dan mendetailkan kembali rencana evakuasi dan upaya mendapatkan zin landing yang baru,” jelas Retno.

Selain pada working level, koordinasi juga dilakukan Retno dengan Menlu Turki, Norwegia, Belanda, AS, dan NATO. Akhirnya yang ditunggu pun tiba.

20 Agustus dini hari, diperoleh izin mendarat yang baru. Tim evakuasi langsung melakukan persiapan dan pesawat segera berangkat menuju Kabul pada pukul 04.00.

“Kami take off dari Islamabad pukul 04.00 dan landing di Kabul 04.10, karena ada perbedaan waktu 30 menit, Islamabad lebih cepat 30 menit,” urai Mayor Mulyo Hadi.

Kadispenau Marsma TNI Indan Gilang Buldansyah berbicara dengan awak pesawat. Dari kiri ke kanan: Mayor Pnb Mulyo Hadi, Lektol Pnb Ludwig Bayu, dan Kapten Pas Galih Pintonugroho. Foto: beny adrian/ mylesat.com

Sebelum berangkat, otoritas NATO sudah memberikan peringatan bahwa seluruh fasilitas penerbangan di Bandara dalam kondisi tidak maksimal. Apalagi pendaratan berlangsung dini hari, dalam kondis gelap, tanpa runway light. Silakan mendarat, namun, risk is on your own.

Selain itu, Bandara Kabul berada pada ketinggian 5.877 kaki di atas pemrukaan laut dan dikelilingi pengunungan.

“Pada saat akan approach, kondisi masih gelap, kami tidak bisa melihat ke bawah dengan jelas dan fasilitas bandara tidak berfungsi. Lampur runway tidak terlihat sehingga cukup berbahaya bagi kami untuk approach dan mendarat,” tutur Mayor Mulyo.

Ditambahkan Mulyo, mereka yang pertama mendarat pagi itu. Baru beberapa waktu kemudian setelah parkir, terlihat pesawat lain dari Jerman, Kanada, Rusia, Spanyol, dan Turki. Pesawat TNI AU diarahkan ke Parking Stand No 9 di Apron No 8.

Situasi bandara relatif aman dan pesawat TNI AU didaratkan di military side yang dijaga pasukan NATO. Pasukan yang menjaga di sekitar B737 A-7305 adalah dari militer Turki. “Kami langsung berkoordinasi dengan pasukan Turki begitu mendarat,” kata Kapten Pas Galih Pintohugroho, Dantim Satbravo 90.

Setelah parkir dan mengkhawaitkan tidak tersedianya ground supportt, Letkol Pnb Ludwig Bayu memutuskan untuk mempertahankan mesin nomor dua tetap menyala.

Merujuk rencana, pesawat akan on the ground selama 30 menit. Apa yang terjadi. Perjalanan dari KBRI ke Bandara ternyata tidak semulus rencana. Terutama di gerbang masuk Bandara yang dijaga pasukan NATO. Di sini, Retno menunjukkan kepiawaiannya sebagai diplomat ulung.

Retno berkoordinasi dengan dengan koleganya di Turki, Norwegia, Belanda, AS, dan NATO. Khususnya Turki, yang kebetulan saat itu in charge. Menurut Retno, meskipun di level pejabat sudah ada lampu hijau, namun tidak seketika bagi pasukan di lapangan. Mereka tetap harus memeriksa sejumlah dokumen dan petunjuk lainnya. Apa boleh buat, proses boarding baru selesai setelah dua jam.

Mereka meninggalkan Bandara Kabul dengan perasaan galau. Pasalnya, mereka melihat pergerakan massa di pinggir taxiway. Membayangkan situasi mencekam yang dihadapi pesawat C-17 Globemaster III USAF, harus taxiing di antara ratusan massa berlarian di pinggir pesawat yang berebut meminta naik.

“Agak tenang karena ada pasukan yang menghalangi warga,” ujar Mulyo.

Pesawat kembali mendarat di Islamabad untuk refuel, guna melanjutkan perjalanan pulang di rute yang sama ke tanah air.

“Seluruh WNI berjumlah 26 orang, semua baik dan satu diplomat dalam kondisi sakit non Covid,” jelas Retno.

Retno mengungkapkan bahwa di antara warga yang dievakuasi, terdapat lima warga Filipina

yang dibawa atas permintaan pemerintahnya.

“Bantuan membawa WNA dalam misi evakuasi bukan pertama dilakukan. Ini merupakan kewajiban kemanusiaan yang harus dilakukan,” kata Retno. Selain itu juga ada warga Afghanistan yang merupakan suami dari salah satu WNI, dan satu local staff perempuan yang bekerja di KBRI.

Saat ini operasional KBRI dilaksanakan dari Islamabad. Terdiri dari satu kuasa usaha sementara dan tiga home staff.

Mendarat sendiri

Letkol Pnb Ludwig Bayu mengakui bahwa menjadi tantangan tersendiri saat memasuki wilayah udara Afghanistan. Saat mendekati Kabul, airspace Afghanistan sudah tidak terkontrol sehingga setiap penerbang yang akan masuk harus mengambil keputusan sendiri agar bisa menemukan landasan dan berkomunikasi dengan Kabul Tower.

Saat itu Bandara Hamid Karzai tidak menyalakan peralatan untuk pendaratan malam seperti runway light. “Kami  melakukan pendaratan menggunakan instrumen pesawat yang kebetulan tidak reliable sehingga menyulitkan. Namun saat-saat terakhir pada ketinggian sekitar 500 kaki, kami berhasil menemukan lokasi bandara sehingga segera mendarat,” ujar Bayu.

Untuk menjaga keselamatan penerbangan, penerbang lain yang tidak on seat membantu mencarikan lokasi bandara secara visual.

“Kami berencana menggunakan ILS namun ternyata sinyal localizer tidak reliable, akibatnya kami seakan-akan sudah berada pada posisi yang tepat namun ternyata sudah bergeser,” kata Bayu

“Pada saat masuk traffic hanya kami saja, kemudian diarahkan di Parking Stand No 9 di Apron No 8,” ujar Bayu, menambahkan bahwa total flying hours sekitar 30 jam ditambah waktu transit.

Untuk menjamin keamanan pesawat selama berada di Kabul dan mengantisipasi situasi yang tidak diinginkan, tim Satbravo 90 Paskhas melakukan tiga kali simulasi selama berada Islamabad.

“Kami membagi personel dan penempatan posisi sehingga pada saat landing di Kabul, kami sudah berada di pintu depan dan belakang,” ungkap Kapten Pas Galih Pintohugroho.

“Senjata kami gunakan namun tersamar. Kami juga berkomunikasi singkat dengan tentara Turki saat mereka datang,” kata alumni AAU 2009 yang menjabat sebagai Pasiops Den 902 Aksus Satbravo 90 Paskhas.

Keberhasilan melaksanakan misi evakuasi WNI dari Afghanistan ini, diakui KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo sebagai bentuk profesionalisme prajurit TNI AU.

“Penerbangannya sebenarnya normal saja sampai Islamabad, lalu menunggu slot, dan begitu izin dibuka, nah disitulah dinamikanya. Terutama saat menunggu sampai boarding,” ulas KSAU kepada mylesat.com.

Dituturkan juga oleh KSAU, bagaimana pesawat harus dalam kondisi engine on selama dua jam, semua tidak tahu apa yang akan terjadi yang sebelumnya viral sangat chaotic.

“Pada prinsipnya kita hanya melaksanakan tugas, perintahnya silent dan disiapkan, ya sudah dijalankan saja,” tambah Marsekal Fadjar.

KSAU memberi apresiasi kepada Letkol Pnb Ludwig Bayu setibanya di Lanud Halim Perdanakusuma. Foto: beny adrian/ mylesat.com

KSAU juga menyinggung dan memberikan apresiasi kepada Letkol Pnb Ludwig Bayu, yang sejatinya adalah penerbang sipil dari Garuda Indonesia. Namun dengan menerima pangkat letkol tituler, siapapun orangnya harus konsekuen dengan pilihannya.

“Kita apresiasi Letkol Ludwig, dia kan tituler, tapi militansinya sangat tinggi,” ujar KSAU.

Dijelaskan KSAU, kenapa pilihan jatuh kepada Letkol Ludwig Bayu? Karena memang untuk misi itu disyaratkan pimpinan misi penerbangan berpangkat letkol.

“Dengan tituler dan sudah menjadi anggota TNI, harus siap dengan tugas apa saja, itu konsekuensi dia bergabung dengan TNI. Kedua, yang dicari kan letkol dan yang ada kan Ludwig, jadi dia yang terpilih. Itu adalah perintah terbang dan apapun risiko yang akan terjadi, namun tentu sudah dipersiapkan dengan matang dan profesional,” beber KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo.

Mission accomplished.

Share.

About Author

Being a journalist since 1996 specifically in the field of aviation and military

Leave A Reply