KSAU Kunjungi Satrad 212 di Tanjung Datuk, Natuna yang Menghadap ke Laut China Selatan

0

MYLESAT.COM – Sehari sebelum meresmikan empat satuan baru di Ranai, Natuna, KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mengunjungi sejumlah lokasi di Ranai. Mulai dari memeriksa kesiapan Skadron Udara 52, Detasemen Pertahanan Udara (Denhanud) 477 hingga Satuan Radar (Satrad) 212 di Tanjung Datuk.

Kunjungan kerja KSAU di Ranai ditingkahi indahnya alam negeri yang dijuluki Rantau Nan Indah (Ranai) itu. Batu-batu granit raksasa seukuran rumah sebagai warisan geologi purba, terserak di pantai sampai ke daratan.

Baca Juga:

Di antaranya dinamakan Batu Kapal, Batu Rusia, dan Taman Batu Alif atau Alif Stone Park. Sungguh mempesona.

Antena radar Weibel terlihat di kejauhan. Kehadiran radar ini melengkapi kesiapan TNI dalam menjaga kedaulatan wilayah udara nasional. Foto: beny adrian/ mylesat.com

Perjalanan KSAU dan rombongan ke Satrad 212 di Tanjung Datuk, Bunguran Timur yang berada di ujung timur laut Natuna selama sekitar 1,5 jam, terasa nikmat karena ditemani pemandangan pantai nan indah dan bebatuan granit berukuran besar.

Satrad 212 berada di dataran tertinggi di Tanjung Datuk yang di kawasan tersebut pernah mengalir sungai purba. Jika kita berkendara dari Ranai, puncak ini sudah terlihat dari kejauhan seperti kepala burung.

Letak Satrad 212 Natuna sangat startegis. Satuan ini menghadap langsung ke Laut China Selatan (LCS) yang sarat konflik antar negara.

LCS merupakan jalur penting untuk sebagian besar pengiriman komersial dunia dengan beberapa negara terletak di bibir lautan itu.

KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo didampingi Pangkohanudnas Marsda TNI Novyan Samyoga, melihat langsung control station radar Weibel di Satrad 212. Foto: beny adrian/ mylesat.com

Terdiri dari Brunei, Kamboja, China, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Lautan ini diyakini sebagai lautan yang kaya hasil alam, terutama migas dan ikan. Isu klaim menjadi pembicaraan yang sangat sensitif di kawasan ini.

Tak heran karena posisinya yang strategis dan demi kedaulatan bangsa, TNI bersepakat membangun pangkalan utama gabungan di Natuna.

Satuan pertahanan terintegrasi di Natuna ini diresmikan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto pada 18 Desember 2018.

Marsekal Hadi menerangkan bahwa peresmian Satuan TNI Terintegrasi Natuna merupakan langkah finalisasi, salah satu program perencanaan strategis (renstra) jangka menengah untuk membangun kekuatan TNI yang diharapkan mampu memberikan daya tangkal (detterent effect) terhadap ancaman khususnya di perbatasan.

Satuan TNI Terintegrasi ini menjadi bagian dari Komando Gabungan Wilayah Pertahanan yang (saat itu) belum dibentuk.

Satrad 212 dipimpin oleh Letkol Lek Damardita Hiranda. Foto: beny adrian/ mylesat.com

Adapun Satrad 212 mengoperasikan radar Weibel buatan Denmark, sejenis dengan radar yang sudah lebih dulu dioperasikan Satrad 215 di Congot, Kulon Progo, Yogyakarta.

Radar Weibel dapat beroperasi di segala cuaca, dengan cara operasi melacak terus-menerus suatu kawasan dalam putaran 360 derajat. Radar ini mampu mengendus target pada jarak 550 sampai 1.000 km.
Sementara untuk pengintaian pada jarak 250 sampai 400 km.

Weibel menanam sekaligus dua sistem deteksi, yakni PSR (Primary Surveillance Radar) dan SSR (Secondary Surveillance Radar).

Weibel tergolong ke dalam radar aktif, yaitu antena penerima dan antena pemancar berada pada daerah yang sama. Radar aktif mengirimkan gelombang elektromagnetik yang akan dipantulkan oleh objek menuju stasiun penerima yang letaknya sama dengan antena pemancar.

Untuk memaksimalkan kemampuan deteksi di Natuna, TNI AU juga membangun stasiun radar pasif.

Radar pasif sendiri merupakan teknologi pendeteksian yang sudah dikuasai Indonesia. Pada Maret 2021, Balitbang (Badan Penelitian dan Pengembangan) Kemhan mengumumkan keberhasilannya dalam mengembangkan prototipe radar pasif.

KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo meninjau pembangunan sarana perkantoran  Satrad 212. Foto: beny adrian/ mylesat.com

Salah satu kelebihan radar pasif adalah, mampu menangkap pergerakan objek di udara tanpa terdeteksi keberadaannya. Sebabnya, radar pasif tidak memancarkan gelombang elektromagnetik. Sebaliknya memiliki kemampuan menangkap sinyal-sinyal echo dari gelombang elektromagnetik yang dipancarkan objek di sekitarnya.

Radar pasif ini memiliki ukuran lebih ringkas dari radar aktif konvensional. Sehingga mudah ditempatkan ke segala medan sesuai kebutuhan. Radar dapat dioperasikan dari jarak jauh (remote) ataupun secara langsung (stand alone).

Menurut Kabid Matra Udara Puslitbang Alpalhan Kolonel Bambang Edi, struktur radar pasif terdiri dari empat unit yang terintegrasi, yakni satu unit master station dan tiga unit remote station. Master station digunakan sebagai pusat kendali.

Sementara remote station merupakan sistem pendeteksi sinyal yang dilengkapi antena, tower mast, data link, dan receiving signal processing. Jangkauan deteksi radar pasif sekitar 70 kilometer.

Supaya maksimal, keempat perangkat ini harus disebar dengan jarak masing-masing minimal 15 kilometer. Pengaturan jarak untuk meningkatkan akurasi target dalam bentuk tiga dimensi.

Kemampuan radar pasif sangat dibutuhkan oleh sebuah negara untuk mendeteksi objek terbang yang tidak ingin terdeteksi. Seperti pesawat siluman (stealth) yang dirancang untuk mengacaukan atau mengalihkan pantauan radar.

Pulau Natuna merupakan pulau terluar yang tepat menghadap ke Laut China Selatan. Terlihat KSAU dan pejabat TNI AU memandang ke arah LCS yang penuh konflik. Foto: beny adrian/ mylesat.com

KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo berharap, dengan dibangunnya begitu banyak fasilitas TNI di Kepulauan Natuna akan memberikan dampak positif bagi perekonomian setempat.

Di satu sisi pertahanan negara terjaga dengan maksimal. Di sisi lain, kesejahteraan masyarakat setempat akan terdongkrak dengan sendirinya.

Pada hari yang sama, KSAU juga mengunjungi Mako Denhanud 477 dan Skadron Udara 52 yang diresmikan sehari kemudian.

KSAU tak lupa memberikan apresiasi dan perhatian kepada prajurit TNI yang baru saja menjalani mutasi ke Natuna, untuk menjalankan tugas negara yaitu menjaga wilayah udara nasional di titik terluar.

Share.

About Author

Being a journalist since 1996 specifically in the field of aviation and military

Leave A Reply