MYLESAT.COM – Saat dewa judi terdesak, segera dilemparkannya kartu andalannya. Tak lama berselang, lawanpun keok. Adegan permainan judi kelas kakap ini bukan sungguhan, hanya satu potongan dari film yang dibintangi Chou Yun Fat dibawah titel God of Gambler.
Baca Juga:
- Kisah Marsda (Pur) Wardojo Bertemu Bekas Musuh di Belanda Setelah 52 Tahun Berlalu
- Bail Out dari P-51 Mustang, LU II Prasetyo Gugur dan Batal Hadapi Belanda di Irian Barat
- Belanda Baru Tahu, P-51 Mustang yang Diterbangkan LU I Wardojo Ternyata Lolos dari Tembakan
Kartu yang dilemparkan si dewa judi berlambang jantung (heart) di bagian tengah ini, biasa disebut as (ace). Di zaman ketika para tentara berbaju besi sambil mengendarai kuda masih menabuh genderang perang di daratan Eropa, mereka adalah segelintir orang-orang pilihan yang mendapat penghormatan khusus.
Pria-pria pemberani ini biasa dipanggil ksatria (knight). Di Indonesia biasa dipanggil jawara atau pendekar.
Ditemukannya beberapa inovasi baru di awal abad 20, telah mengubah secara cepat alat-alat perang. Perang Dunia I dilanjutkan PD II, memberikan kesadaran baru kepada pemikir strategi militer akan pola pertempuran modern.
Dari sekian banyak pertempuran udara, lahirlah tokoh-tokoh seperti halnya para ksatria. Mereka ditakuti dan menjadi ruh bagi timnya.
Nama besar jago-jago perang udara seperti Eddie Rickenbaker, W. Lambert, Manfred von Richtofen, tak akan pernah terlupakan. Seperti juga para ksatria atau jawara, mereka dihormati dengan panggilan ace.
Pilot-pilot ini dihormati karena sebelum layak dipanggil ace, mereka telah menembak jatuh paling sedikit lima pesawat – jumlah minimal yang disepakati beberapa negara termasuk Amerika Serikat.
Gelar ace biasa diklasifikasikan berdasarkan medan pertempuran, jenis pesawat, atau wilayah pertempuran.
Seperti ace PD I, aces F-4 Phantom atau aces bangsa-bangsa Asia. Gengsinya juga bisa naik atau turun, tergantung pesawat apa yang ditembak. Sekelas atau tidak.
Bagi North American P-51 Mustang, penempur legendaris yang pernah dibuat dalam masa perang, jumlah aces yang dilahirkan sudahlah teramat banyak. Kalau ditotal selama PD II, dari kokpit P-51 telah lahir 276 jago perang udara. Dari yang hanya merontokkan lima pesawat hingga 23 pesawat.
Ditolak Angkatan Laut
Letkol John C. Meyer, ace P-51 dengan 21 kemenangan dan menjadi komandan Preddy di Grup Tempur 352 Skadron 34, pernah berujar, “Dialah fighter terbesar yang pernah dilihat orang.”
Dalam buku P-51 Mustang Aces, Combat Biographies of Fifty-five Legendary World War II P-51 Fighter Aces (1991), Mayor George Earl Preddy dikenal sebagai ace dari semua ace untuk pesawat yang di Indonesia pernah disebut “si Cocor Merah”.
Dialah bintangnya Mustang dengan skor kemenangan 26,83. Mayor George Preddy lahir pada 5 Februari 1919. Preddy dinobatkan sebagai penerbang terhebat Angkatan Udara Angkatan Darat Amerika Serikat selama Perang Dunia II.
Dia seorang ace Amerika dengan rekor 26,83 enemy air-to-air kills yang menempatkannya sebagai ace P-51 Mustang dalam Perang Dunia II dan urutan kedelapan dalam daftar ace Amerika dengan skor tertinggi sepanjang masa.
Apakah George E. Preddy yang memiliki panggilan Ratsy terlahir sebagai bintang?
Setelah menginterview penerbang baru, John C. Meyer bergegas mendatangi Jack Donaldson – seseorang yang dikenal Preddy di wilayah Pasifik dan merekomendasikannya bergabung dengan Grup Tempur 352.
“Apakah kamu yakin dia orang yang tepat untuk skadron ini,” tanya John kepada Donaldson. Meyer agak ragu akan kemampuan pria di depannya. Kecil, kurus, bermata besar, dan sikapnya hampir membosankan.
Usai invasi Jerman ke Polandia pada September 1939, Preddy mulai berpikir soal kariernya. Dia sangat ingin menjadi penerbang angkatan laut. Sayang, tiga kali dicobanya, sebanyak itu pula catatan kegagalannya. Padahal apa kurangnya, pilot-license sudah dikantongi.
Jadi bisa dipahami, kenapa Meyer punya pertanyaan sinis kepada Donaldson. Preddy tidak memenuhi persyaratan dari segi fisik, begitu jawaban pihak AL.
Karena kesal, Preddy memutuskan melakukan perjalanan berkeliling selama musim panas 1940. Ternyata upaya menenangkan hati ini menjadi terapi yang sangat menakjubkan dalam perjalanan hidup Preddy.
Dia memutuskan masuk program penerbangan AD. Kali ini, entah keajaiban dari mana, dia diterima. Pihak AD menyatakan lulus baik dari fisik maupun mental. Sebelum menempati posisinya dan, agar memperoleh pengalaman di dunia kemiliteran, Preddy bergabung di Army National Guard dan ditugaskan pada kesatuan Artileri Pantai 252.
Barulah April 1941, Preddy mendapat kesempatan mengikuti sekolah terbang. “Terlampaui sudah penantian yang begitu lama,” gumamnya.
Tak lama kemudian, saat Amerika tengah dilanda perang, Preddy mendapat penyematan wing penerbang seiring kelulusannya pada 12 Desember 1941. Di bulan yang sama, dia ditempatkan di Grup Pemburu 49, Skadron 9 di Australia.
Selama di Australia, Preddy ikut dalam beberapa misi tempur dan berhasil merusakkan dua pesawat Jepang sebelum penugasannya diakhiri akibat sebuah peristiwa tragis. Pesawat yang diterbangkannya bertabrakan di udara dengan salah seorang rekan satu skadronnya.
Penerbangnya tewas sementara Preddy mengalami cedera serius hingga dirawat beberapa minggu di rumah sakit. Pada Oktober 1942, tiga bulan setelah petaka, Letnan Preddy dipulangkan ke Amerika dan dan berdinas di Pangkalan Hamilton, California.
Perihal laporan kejadian di Australia itu, dua bulan Preddy menghabiskan waktunya untuk melobi otoritas penerbangan AD AS agar kembali diizinkan terbang. Barulah di akhir tahun dia dibolehkan melapor ke Pangkalan Mitchel, New York, untuk kemudian menerima perintah bergabung dengan Komando Tempur I.
Dari sana dia dikirim ke Pangkalan Westover, Massachusetts, untuk bergabung dengan skadron tempur. Di sinilah awal bersinarnya bintang Preddy. Karena di Westover dia bertemu dengan kenalan lamanya Donaldson yang kemudian merekomendasikannya bertemu Meyer.
“We will see, we will see,” ujar Donaldson berkali-kali kepada Meyer yang baru mewawancarai Preddy.
Begitulah namanya jagoan. Kalau memang ditakdirkan jago, ya jago. Padahal semasa masih di kampung halamannya di Greensboro, Carolina Utara, tidak sedikit yang mencegahnya saat berniat bergabung dengan tim olahraga lokal. Hanya sebuah tim olahraga! Soalnya hanya satu, posturnya. Di SMA, Preddy tergolong siswa pintar. Dia lulus pada usia relatif muda, 16 tahun.
Minatnya terhadap penerbangan yang sudah ditekuninya sejak SMA, disalurkannya dengan masuk flying school. Sampai akhirnya saat menerbangkan pesawat pertama (solo), Preddy sudah menanamkan dibenaknya untuk jadi penerbang.
Dalam tahun itu juga, ia memperoleh pilot license. Sebagai pemilik kedua pesawat Waco-10, Preddy menghabiskan waktunya selama musim panas tahun 1939 sebagai penceramah soal kepilotan.
Pada musim panas 1943, Grup 352 mengirim Preddy ke Inggris. Di sana dia bergabung dengan AU ke-8. Grup 352 mengawali debutnya di palagan Eropa pada 9 September 1943. Preddy langsung diterjunkan.
Kali inilah, pada 1 Desember 1943, bersamaan dengan tibanya P-51B pertama di Inggris, dia mengukir skor pertama dengan menjatuhkan sebuah Messerchmitt Bf-109 di Rheydt.
Kesuksesan pertama ini seperti memberi keyakinan, bahwa dia akan menjadi yang terbaik dari yang terbaik. Preddy sempat keluar sesaat dari perang pada 26 November karena bermasalah dengan pesawatnya, Republic P-47 Thunderbolt.
Kemenangan selalu berpihak kepadanya sejak era P-47. Ketika beralih ke P-51 yang dinamainya Cripes A’Mighty, Preddy sudah mengantongi tiga kemenangan. Di grup barunya 487, ace tertinggi masih dipegang Virgil Meroney dengan sembilan kemenangan.
Sementara John Meyer dan Preddy masih yang kedua. Selama berkecamuknya PD II di Eropa, Inggris menerima 1.000 unit P-51 yang disebut Mustang Mk III.
Dengan menerbangkan Mustang, Preddy semakin lebih hebat. Dia kembali mendapat pesawat baru, P-51B yang dibaptisnya dengan nama Cripes A’Mighty 2nd. Antara 11 April-12 Juni 1944, dia menambah skor menembak pesawat musuh di udara jadi 4,33 dan empat di darat yang mendongkrak rekornya menjadi 11,33.
Pada pertengahan Juni, Grup 352 menerima seri terbaru P-51D. Pesawat dengan nomor seri 44-13321 ini dinamainya Cripes A’Mighty 3rd.
Kemenangan pertamanya dengan Cripes A’Mighty 3rd diperolehnya pada 20 Juni. Saat merontokan sebuah Focke Wulf FW-190 dan mengeroyok sebuah Me-104 dengan Letnan James Woods, Preddy dalam misi pengawalan pemboman di Magdeburg, Jerman.
Hampir sebulan kemudian, rekor Preddy tidak bertambah. Selama misi pada 18 Juli 1944, dia kehilangan kesempatan. Ketika tiba di sekitar Warnemunde, formasi Grup 352 bertemu formasi 40 pesawat Me-210 dan Junkers Ju-88 dengan pengawalan Me-109, pesawat menggetarkan selama PD II dan diproduksi mencapai 35.000 pesawat.
Preddy memimpin flight tempurnya, sementara penerbang lain menunggu kesempatan terbaik ketika pesawat lawan menjauh dari pengawalnya (escort).
Preddy mendekati Ju-88, tapi bukan itu yang ditujunya. Karena sebenarnya dia lagi membidik Me-109 untuk menjatuhkannya. Baru kemudian dia alihkan perhatiannya kepada Ju-88. Tiga Junkers hancur, sementara dua lainnya rusak. Sampai akhir misi, Grup 352 menghancurkan 21 pesawat dan kehilangan hanya dua pesawat.
Tanggal 18 Juli, kembali Preddy menambah nilai 2,5 pada total rekor kemenangannya. Pada misi 6 Agustus 1944 menghadapi Luftwaffe, Preddy semakin memperbesar prestasinya. Karena kehebatannya, Preddy mendapat Distinguished Service Cross atas keberaniannya.
Setelah kepulangannya ke Bodney pada Oktober 1944 dengan segudang kemenangan, Preddy langsung diserahi jabatan komandan Skadron 328. Mereka berharap kehadiran Preddy memberikan semangat baru di skadron.
Tigapuluh delapan kemenangan diraih Grup 352 sejak bergabungnya Preddy. Dari sekian rekor, 25 di antaranya dipersembahkan Preddy. Sampai di sini skornya penuh 26,83.
Beberapa bulan berikutnya, AU Jerman menghindari terbang malam. Pertempuran Luftwaffe dengan armada Amerika terjadi pada 21 November. Grup 352 mengklaim merontokan 22,5 dimana 8,5 di antaranya diklaim Grup 328. Termasuk satu FW-190 yang ditembak Preddy.
Bertepatan dengan Natal 1944, Mayor Preddy memimpin Skadron 328 keluar dari Asch yang akan menjadi misi terakhirnya.
Menjelang misi ini, mereka bertemu pesawat musuh di sekitar Koblenz dan menjatuhkan 11 pesawat. Preddy menjatuhkan dua pesawat yang menambah kemenangan dog fight menjadi 26,83 dan total jadi 31,83.
Sampai satu hari, Preddy dan wingman-nya Letnan Cartee terbang ke Liege. Di tengah jalan mereka bergabung dengan Letnan Jim Bouchier dari Grup Tempur 479. Saat mendekati tujuan, mereka diperingatkan akan berondongan meriam penangkis serangan udara Amerika yang dikhawatirkan mengenai mereka (friendly fire).
“Kami akan terbang tinggi saat memasuki wilayah musuh,” jawabnya yakin.
Mereka terbang ke arah tenggara dari Liege, ketika Preddy membidik sebuah FW-190 yang terbang rendah. Memang jatuh, namun sebelum merontokkan, Preddy terbang tree- top- level (terbang sangat rendah) untuk memburu FW-190. Saat bersamaan, meriam antipesawat menerjangnya dari bawah. Preddy telat, beberapa peluru menghantam pesawatnya.
Pesawat Preddy dan Bouchier tertembak. Untung Bouchier masih sempat kabur, lalu bail out. Bagaimana Preddy? Dia tidak beruntung. Pesawatnya jatuh menghujam tanah. Ketika personel meriam penangkis serangan udara mencari P-51 Preddy yang jatuh, mereka mendapatkan sang jagoan sudah terbujur kaku di kokpit.
Preddy terkena dua kali tembakan kaliber 50 mm. Diduga dia telah gugur pada saat pesawatnya tengah melayang jatuh.
Berita gugurnya Preddy segera merebak. Bekas komandannya sekaligus sahabatnya John C. Meyer hanya bisa berujar singkat, “Semangat tim sangat terpukul dengan gugurnya Preddy.”
Kakaknya dengan nama William, juga penerbang P-51 Mustang di Skadron Tempur ke-503, Grup Tempur ke-339, gugur dan dimakamkan bersama George Preddy di Lorraine American Cemetery, Saint Avold, Perancis.
William gugur di tempat yang sekarang disebut Republik Ceko pada 17 April 1945. Dia menderita luka hebat tertembak artileri antipesawat musuh, saat memberangus lapangan terbang Ceske Budejovice.