Bobby Earl Freeberg, Biasa Dipanggil Bob, Secuil Kisah Tentang Pesawat Dakota RI-002

0
MYLESAT.COM – Oktober 1948, pesawat Douglas C-47 Dakota RI-002 dikabarkan hilang dalam penerbangan dari Jawa ke Sumatera. Padahal pilotnya, Bobby Earl Freeberg, biasa dipanggil Bob, terkenal jagoan. Bob yang merupakan pilot bomber Consolidated B-24 Liberator semasa Perang Dunia II, adalah orang Amerika Serikat yang bertualang di kawasan Asia Tenggara khususnya di Filipina dan Indonesia.
Baca Juga: 
Orangnya masih muda, 26 tahun, bekerja sebagai pilot pada perusahaan penerbangan komersial Filipina CALI (Commercial Airlines Incorporated). Telah banyak peristiwa mengancam keselamatan Bob maupun penumpangnya. Namun semua bisa diatasinya.
Tidak pada hari naas itu, tiba-tiba saja mereka dinyatakan hilang seperti ditelan Bumi. Dakota yang diberi registrasi RI-002 itu hilang di belantara Sumatera. Keadaan ini mencemaskan Republik. Karena merekalah (Bob dan Dakota) salah satu modal perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru berusia seumur jagung.
Bob diketahui datang di Indonesia pada Juni 1947. Seiring kedatangannya dari Filipina adalah sebuah pesawat C-47 Dakota. Pesawat yang dibawanya berwarna hijau tanpa identitas. Bob datang disertai dua juru mesin berkebangsaan Filipina. Mereka berangkat dari sebuah lapangan terbang dekat Kota Manila, lalu heading ke selatan. Setelah mengisi bahan bakar di Labuhan, perjalanan dilanjutkan ke selatan.
Tujuannya sudah jelas, Maguwo (sekarang Lanud Adisutjipto, Yogyakarta), Indonesia. Sebelumnya Bob sudah dapat petunjuk bahwa untuk mencapai Maguwo dari arah pantai selatan Jawa, harus mengikuti jalur rel kereta api. Dengan cara ini, Maguwo akan gampang ditemui.
Sebagai petualang, dalam penerbangan dari Filipina itu Bob hanya membawa peta berskala 1:10.000.000 sebagai alat bantu navigasi. Dalam peta itu, pulau Jawa tergambar begitu kecil dan tidak lengkap. Inilah yang menyesatkan Bob hingga terpaksa mendarat darurat di pantai Selatan, dekat Tasikmalaya.
Sebenarnya jalur penerbangan yang ditempuh Bob sudah benar. Hanya saja rel yang diikutinya bukanlah rel jurusan Yogyakarta, tapi menuju Purworejo yang pada satu tempat terputus. Disinilah Bob mulai bingung. Hingga membawa pesawat terbang berputar-putar sampai bahan bakar menipis.
Sebelum bahan bakar benar-benar habis, diambilnya keputusan untuk mendarat di pantai. Pendaratan dilakukan di selatan Tasikmalaya dengan selamat, walau roda pesawat sempat amblas 20 sentimeter ke dalam pasir.
Mendengar itu, pimpinan AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) mengirim Kapten Pnb Petit Muharto Kartodirdjo dan tim. Berkat bantuan penduduk, diupayakan Dakota dapat terbang kembali untuk mencapai pangkalan terdekat di Cibeureum, Tasikmalaya. Ramai-ramai dibuatlah landasan darurat dari anyaman bambu sepanjang 300 meter dan digelarkan di pantai.
Dengan susah payah, pesawat yang amblas itu didorong ke atas “landasan” dan berhasil. Pesawat yang dimuati enam orang siap lepas landas dengan beban seringan-ringannya. Bahan bakar pun hanya disisakan untuk terbang setengah jam saja.
Semua sudah siap, Bob memberikan perintah kepada juru mesin yang duduk di sebelahnya. “Sekarang perhatikan air speed. Setelah jarum menunjuk angka 60, segera keluarkan flaps penuh, oke!” Dakota lari dengan tenaga penuh di atas landasan bambu. Hampir sampai di ujung “landas pacu”, pesawat terangkat dan lepas dari pantai. Tujuannya Cibeureum.
Kali inipun hampir fatal. Ternyata untuk menemukan pangkalan udara yang ada di Tasikmalaya hampir memakan waktu setengah jam. Syukurlah Dakota mendarat mulus.
Bob didatangkan bersama Dakota dalam rangka mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan tugas mencari dana. Tugas pertamanya sehari setelah mendarat di Tasikmalaya adalah mengangkut kina dan panili ke Manila.
Perintah yang diberikan adalah, Dakota berangkat pada 9 Juni 1947 pukul 23.30 malam dari Maguwo untuk mengangkut 29 peti serbuk kina dan 11 peti panili kering untuk dijual. Pimpinan rombongan ditunjuk Kapten Petit Muharto, penerbangnya Bob Freeberg, juru radio Budiardjo, juru mesin dua orang Filipina, juru muat Pang Suparto. Untuk tugas ini, C-47 yang semula tidak memiliki identitas, diberi registrasi RI-002.
RI-002 diterbangkan dari Cibeureum ke Maguwo untuk dimuati barang. Di Maguwo itu pula sayap dan ekor pesawat ditulisi registrasi yang sudah ditetapkan. Malamnya tugas penerbangan “gelap” menembus blokade Belanda dimulai.
Bob menerbangkan RI-002 sendirian tanpa kopilot. Tujuan pertama adalah Labuan, Kalimantan Utara yang dikuasai Inggris untuk mengisi bahan bakar. Bob tahu bahwa di Labuan tidak ada masalah, sehingga malam itu dengan keyakinan diarahkannya penerbangan ke sana.
Ternyata benar. Setibanya di Labuan, pesawat langsung mengisi bahan bakar. Barang bawaan tidak sekali pun dipertanyakan. Penerbangan dilanjutkan ke Manila. Kali ini siang hari.
Dakota RI-002 mendarat di Makati pada 10 Juni. Pengelola bandara sempat kaget menerima kedatangan Dakota  yang identitasnya tidak mereka kenal. Apalagi tidak memberitahu sebelumnya. Selain itu, pesawat juga membawa barang-barang yang belum jelas keabsahannya.
Ternyata bukan Filipina, malah Belanda yang menyulitkan persoalan. RI-002 dan barang buatannya digugat Konsul Jenderal Belanda. Mereka mengatakan bahwa kina dan panili itu merupakan hasil rampokan milik Belanda.
Berkat bantuan pengacara setempat, Belanda dinyatakan kalah. Pihak Filipina sendiri hanya menanyakan kelengkapan RI-002. Mereka menanyakan kepada Bob, siapa kopilot yang mendampinginya. Karena RI-002 memang tidak memiliki kopilot, Bob kelihatan gugup menjawab pertanyaan petugas karena menyalahi ketentuan. Apalagi penerbangan ke luar negeri.
“Saya kopilotnya,” jawab Kapten Muharto spontan.
Pihak petugas mengalihkan pertanyaan kepada Muharto sambil menyampaikan keinginan mereka untuk melihat brevet terbangnya. Muharto menunjukan kartu anggota angkatan udaranya yang bertuliskan Muharto, Opsir Udara III (Kapten Pnb Petit Muharto dan Kapten Pnb Hadi Sapandi yang penerbang P-51 Mustang, di kemudian hari bergabung dengan Permesta untuk menunjukkan sikap pemberontakan kepada pemerintah Pusat).
Karena yakin orang Filipina itu tidak mengerti bahasa Indonesia, Opsir Udara III diterjemahkan sebagai Pilot Officer Third Class, Penerbang Kelas III. Mereka pun  percaya. Selamatlah Bob dari kesalahannya.
Timbul masalah baru yaitu bagaimana cara menjual panili dan kina. Tidak diduga semula, bahwa komoditi itu sulit dipasarkan di Manila. Bisa dimaklumi bahwa kina berupa serbuk dan panili yang masih asli, tidak diketahui bagaimana menggunakannya. Sementara biaya hidup bagi rombongan semakin menipis.
Dalam suasana prihatin, Bob bisa mengerti. Karena itulah dia tidak menanyakan bayaran jerih payahnya menerbangkan kedua komoditi itu ke Manila.
Akhirnya masa sulit itu berakhir. Barang-barang itu laku juga dipasaran. Bob menerima haknya dan langsung membeli mobil untuk ibunya di Kansas City, AS. Terjualnya kina dan panili menjadikan cita-cita Bob untuk menyenangkan ibunya terkabul.
Tangki cadangan
September 1947, setelah tiga bulan di Manila, RI-002 kembali ke Yogyakarta. Kali ini pesawat memikul tugas penting. Tugas ini rahasia, sehingga Dakota RI-002 harus diusahakan bisa terbang langsung ke Maguwo. Satu hal yang tidak mungkin bagi Dakota untuk terbang sejauh itu.
Tetapi Bob menyanggupinya. Dicarinya akal untuk menambah tangki cadangan bahan bakar.
Harapannya adalah menambah lama terbang dua sampai tiga jam. Bob menemui temannya di pangkalan udara Clark, milik Amerika. Tangki dia dapatkan dan dipasang dalam kabin. Dari tangki tambahan itu bahan bakar dialirkan ke mesin. Dakota RI-002 kini siap terbang jarak jauh.
Untuk lebih menambah jangkauan terbangnya, pesawat akan diberangkatkan dari pangkalan udara Filipina paling selatan, dari Sanga-sanga di Pulau Mindanao. Dipilih berangkat pagi, dengan harapan tiba di Yogyakarta sudah maghrib.
Penerbangan ke selatan berjalan lancar. Selama dua jam lebih penerbangan Dakota menggunakan bahan bakar dari tangki cadangan. Namun setelah itu, pada saat posisi di timur pulau Kalimantan, pesawat mulai mengalami gangguan. Mesin tersendat-sendat.
Bob mengatasi gangguan dengan memindahkan saluran bahan bakar dari tangki utama. Penerbangan rahasia itu lancar kembali. Satu keuntungan bahwa gangguan itu justru setelah menjalani penerbangan lebih dari dua jam, sehingga ada harapan Yogyakarta bisa dicapai.
Sesampainya di pantai utara Jawa, hari sudah sore. Gunung Muria tampak remang-remang. Tapi ke selatan lagi, gunung Merapi-Merbabu yang merupakan check point Yogyakarta tidak kelihatan. Bob mulai ragu. Sekarang dia hanya mengandalkan Muharto sebagai navigator.
Come on Muharto, it’s your country, you should know,” desak Bob. Pesawat melintas di atas sebuah kota. Sepertinya Klaten. Ke selatan terus dan akhirnya terlihat dari ketinggian 2.000 kaki, satu bentuk permukaan pegunungan.
Muharto ingat pelajaran kelas 4 sekolah Belanda dulu bahwa di dekat pantai Selatan, ada pegunungan yang panjang. “Bob, terbanglah terus dan bila pegunungan itu habis, belok ke utara,” saran Muharto. Benar dugaan itu. Namun, tiba-tiba saja lampu-lampu landasan yang sudah tampak, dimatikan. Sepertinya orang di bawah mengira Dakota yang tengah landing approach itu pesawat Belanda yang akan menyerang.
Bob kemudian memberikan isyarat dengan memainkan deru mesin pesawat, pertanda pesawat sendiri. Lampu landasan menyala kembali.
Setelah sukses menerjunkan pasukan untuk pertama kalinya di Kotawaringin, Kalimantan Tengah, 17 Oktober 1947, RI-002 bersama Bob Freeberg bertualang lagi. Tujuannya lagi-lagi Manila. Penerbangan rahasia Desember 1947 ini adalah membawa jenazah orang Filipina yang meninggal. Di samping membawa peti mati, RI-002 mengangkut pula penumpang ke Pekanbaru.
Rencananya, pesawat diterbangkan ke Manila dari Pekanbaru setelah penumpangnya turun. Sayangnya pagi itu cuaca di Pekanbaru sangat buruk. Upaya mendarat tidak berhasil sampai bahan bakar tinggal sejam lagi.
Bob mengambil tindakan dan minta izin mendarat di Singapura. Sebelum mendarat, seluruh penumpang pesawat telah sepakat untuk mengatakan bahwa jenazah itu seorang pejuang asal Pekanbaru yang gugur. Keluarganya kaya minta agar jenazah dikubur di kampung halamannya.
Di Singapura, kembali Belanda berulah dan RI-002 ditahan. Para penumpang bubar mencari jalan masing-masing. Sampai akhirnya RI-002 diizinkan terbang ke Pekanbaru. Di perjalanan Bob melapor kepada pengawas lalu lintas udara Singapura: This is RI-002. Pekanbaru in sight. Request to leave your frequency. Cheerio!”
Begitu putus hubungan dengan Singapura, Bob segera mengarahkan RI-002 180 derajat menuju Labuhan yang selanjutnya terus ke Manila.
Petualangan Bob Freeberg bersama Dakota RI-002 berakhir pada Oktober 1948. RI-002 dan penerbang serta seluruh penumpangnya dinyatakan hilang dalam penerbangan menuju Bukit Tinggi. Bob sebagai captain-pilot dibantu kopilot Bambang Saptoadji dan Santoso.
Penerbangan dari Maguwo itu direncanakan mendarat dulu di Gorda, Banten. Dalam penerbangan itu, RI-002 hilang tak ada kabarnya.
Setelah sekian lama peristiwa hilangnya RI-002, dalam suatu pertemuan bekas siswa Akademi Militer Belanda, seorang bekas penerbang pemburu Militaire Luchtvaart mengisahkan bahwa sebagai penerbang tempur ia berpapasan dengan Dakota di daerah Sumatera Selatan dan dikejarnya. C-47 Dakota itu mengelak dengan terbang sangat rendah di atas pepohonan. Naas RI-002, pesawat menubruk pucuk pohon dan menghujam ke bumi.
Waktu itu 1978, 30 tahun setelah RI-002 dinyatakan hilang. Dua orang dari Lahat, Alaip dan Tamirsan yang sedang bepergian ke Kasui mencari tanah musiman untuk bertani, sampai di bukit Pungur menemukan sebidang tanah. Kemudian mereka mencari sumber air, 200 meter naik lagi. Di sana mereka temui kepingan pesawat.
Karena takut, kedua orang itu tidak menjamahnya dan lapor kepala desa yang kebetulan anggota TNI AL. Setelah melihat kenyataan, kepala desa itu lapor ke markas TNI AL Palembang yang segera memberitahu pangkalan TNI AU Palembang.
Oleh Lanud Palembang dikirim Letnan Sulaiman dengan tim ke lokasi. Di sana ditemukan tulang-belulang manusia, pistol pemancar, korek api merk Asia Raya dari kuningan dan reruntuhan pesawat yang bertuliskan RI-002.
Potongan-potongan kerangka pesawat yang bertuliskan RI-U 2 itu adalah bagian sayap yang aslinya bertuliskan RI-002. Tulisan itu sebagian terhapus dan rusak karena benturan. Benar, RI-002 telah ditemukan kembali setelah hilang 30 tahun. Kerangka-kerangka itu dikumpulkan dan dikebumikan di TMP Tanjung Karang. (Kisah ini pernah dimuat Majalah Angkasa)

Share.

About Author

Being a journalist since 1996 specifically in the field of aviation and military

Leave A Reply