MYLESAT.COM – Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengungkapkan dalam sebuah kesempatan pada 25 Mei 2023, telah menominasikan Kepala Staf Angkatan Udara AS Jenderal Charles Quinton Brown Jr. untuk mengisi jabatan prestisius: chairman of the Joint Chiefs of Staff. Chairman adalah penasihat militer tertinggi presiden AS.
Jenderal kelahiran 1962 ini adalah penerbang jet tempur F-16 Fighting Falcon yang memulai karier militernya sejak tahun 1985, usai menyelesaikan program ROTC (Reserve Officers’ Training Corps).
Penyebutan namanya oleh Biden di forum resmi sebagai chairman of the Joint Chiefs of Staff atau Ketua dari Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata AS, akan mencatatkan sejarah baru. Jenderal Brown, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Udara ke-22, akan menggantikan Jenderal Mark Milley yang akan pensiun pada September 2023.
Jika dikonfirmasi, Brown yang biasa dipanggil CQ ini akan menjadi satu-satunya perwira kulit hitam yang memegang jabatan tertinggi dalam sejarah AS selain Jenderal Colin Powell, yang menjabat dari 1989-1993.
Karena saat ini Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin juga berkulit hitam, momen ini akan menjadi sejarah pertama kalinya di AS ketika dua perwira Afrika-Amerika secara bersamaan menduduki posisi sipil dan militer paling senior di Pentagon.
Saat mengumumkan nama Jenderal Brown dalam sebuah upacara di Rose Garden, Gedung Putih, pada hari itu, Biden menyebutnya sebagai seorang “pejuang” yang “berasal dari garis keturunan pejuang yang membanggakan”.
“Dia tahu apa artinya berada di tengah-tengah pertempuran dan bagaimana tetap tenang ketika keadaan menjadi sulit,” kata Biden. Ditambahkan Biden bahwa Brown mendapatkan rasa hormat dari sekutu dan mitra AS di seluruh dunia yang menganggap Brown sebagai mitra tepercaya dan ahli strategi terbaik.
Sebelum menjadi orang kulit hitam pertama yang menjabat dalam perannya saat ini ketika dipilih pada Juni 2020, Brown merupakan komandan Angkatan Udara Pasifik untuk komando Indo-Pasifik AS. Brown mengawali dinas militernya sebagai penerbang tempur dan mencatatkan lebih dari 3.000 jam terbang dan 130 combat hours.
Gedung Putih mengatakan bahwa Jenderal Brown telah memainkan peran penting dalam memberikan bantuan militer kepada Ukraina dan berpengalaman dalam menavigasi hubungan AS-China.
Jenderal Mark Milley masih memiliki tiga bulan sisa masa jabatan empat tahunnya. Namun sudah menjadi “tradisi” di AS, presiden sering kali mengumumkan pengganti pejabat senior lebih awal guna memberikan waktu bagi persetujuan Kongres.
Visioner
Koleganya mengatakan bahwa Jenderal Brown adalah seorang yang tenang, tegas dan metodis. Sementara KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo yang beberapa kali bertemu dengan Jenderal Brown, mengatakan bahwa Brown adalah pribadi yang humble, sangat profesional dan visioner. “Bisa dilihat program-program yang dibuatnya untuk USAF di masa depan,” jelas Fadjar singkat.
Berbicara kepada VOA, Brown mengatakan satu klise bahwa ‘Kita Harus Berubah’. Dalam konsep We’ve Got to Change ini dia memperingatkan bahwa militer AS harus “berubah” jika ingin tetap berada di depan China dan Rusia. “Musuh-musuh kita terus memajukan kemampuan mereka pada saat yang sama kita telah menggunakan beberapa kemampuan yang sama dengan yang telah kita gunakan selama 30 tahun terakhir,” kata CQ.
“Ancaman yang kita hadapi bukanlah ancaman yang akan kita lihat di masa depan,” katanya. “Itulah mengapa kita harus berubah, kita harus berubah,” tegasnya.
Karena perjalanan kariernya di Asia dan Eropa, Brown memiliki pengetahuan langsung tentang medan perang Eropa dan Pasifik. Seperti diketahui, Brown menjadi komandan Wing di Pangkalan Udara Kunsan, Korea Selatan, dan Pangkalan Udara Aviano, Italia. Kemudian menjadi wakil komandan Komando Pusat AS dan kepala Pasukan Udara Pasifik.
Pengamat menilai bahwa pengetahuan Brown tentang isu-isu Kawasan berdasarkan kontak langsungnya dengan petinggi militer di kedua wilayah tersebut, kemungkinan besar menjadi modal bagaimana dia memberi saran kepada Biden.
Sebagai Presiden, Biden membutuhkan saran untuk menangani masalah mendesak seperti invasi Rusia di Ukraina dan tindakan agresif China yang terus berlanjut terhadap Taiwan dan negara-negara lain di Pasifik.
Di awal kariernya, Brown adalah ajudan (ADC, aide-de-camp) Kepala Staf Angkatan Udara Jenderal Ronald Fogelman, yang mendapatkan wawasan istimewa tentang masalah besar dalam hal pengawakan, pelatihan, dan perlengkapan Angkatan Udara di dunia.
Pilihan Fogelman untuk meninggalkan jabatannya lebih awal (karena nasihatnya tidak diindahkan pemimpin Pentagon), tidak diragukan lagi memberi kesan kepada Brown bahwa para pemimpin puncak harus bertindak dengan integritas (top leaders must act with integrity).
Airpower adalah Jawaban
Perwira tinggi USAF belum pernah memiliki kesempatan sebagai Ketua Kepala Staf Gabungan selama 18 tahun terakhir. Dengan nominasi ini, pendukungnya mungkin berharap Brown dapat menemukan keberhasilan dalam menyalurkan lebih banyak sumber daya ke USAF, setelah bertahun-tahun matra lain mendapatkan lebih banyak investasi setelah dana “pass-through” yang diklasifikasikan untuk badan-badan lain dihapuskan.
Hal itu menjadi sangat penting mengingat transformasi yang terus berlangsung di USAF dalam hal pemenuhan kesiapan satuan tempur. Di satu sisi kesiapan harus dipertahankan, namun di sisi lain USAF menghadapi dilema sejumlah alutsista yang harus segera diganti. Belum lagi bicara peran Angkatan Udara dalam potensi konflik dengan China. Semua ini jelas membutuhkan anggaran yang sangat besar.
Beberapa bulan yang lalu, Brown menjelaskan betapa kuatnya dia percaya akan pentingnya kekuatan udara. Pandangan ini ia sampaikan saat berpidato di AFA Warfare Symposium di Aurora, Colorado. Berulang kali ia mengulang-ulang kalimat “Kekuatan udara adalah jawabannya.”
Saat berpidato, Brown membuka lembar sejarah bahwa sejak Perang Dunia II, Amerika telah mengandalkan kekuatan udara. Mulai dari Doolittle Raid setelah Pearl Harbor hingga Perang Korea, Vietnam, Perang Teluk, dan bahkan menghadapi ISIS di Suriah.
“Kekuatan udara akan tetap penting bagi operasi AS di masa depan,” ungkap Brown. Namun demikian, Brown mengakui bahwa beberapa operasi militer AS dapat berhasil atau bahkan dimulai tanpa Angkatan Udara.
Tak lama setelah dilantik sebagai Kepala Staf Angkatan Udara Amerika Serika, Jenderal Brown mengeluarkan dekrit bahwa Angkatan Udara harus “Mempercepat Perubahan atau Kalah” (Accelerate Change or Lose). Frase ini selanjutnya menjadi mottonya.
Untuk itu, dia meluncurkan sejumlah inisiatif seperti konsep Agile Combat Employment. Brown menyerukan sejumlah pesawat tempur dan platform lain untuk memainkan pernah seperti permainan congklak, dimana pemain dengan cepat mengambil dan berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Kemampuan ini harus dimiliki untuk mengacaukan baterai rudal presisi musuh yang canggih.
Terkait dengan upaya itu, Brown juga mendorong gagasan “Multi-Capable Airmen”. Konsep ini menjelaskan bahwa setiap personel USAF dapat melakukan tugas di luar spesialisasi mereka. Brown juga telah berulang kali mendesak para penerbang tingkat bawah untuk membuat penilaian terbaik mereka dengan mengetahui maksud komandan mereka, jika komunikasi dengan pimpinan terputus.
Inisiatif lain termasuk “Integrated by design,” yang menempatkan pembagian informasi, koordinasi dengan mitra-sekutu, dan interoperabilitas pasukan di garis depan semua perencanaan. Brown juga membuat terobosan dengan membentuk “Staf-A” di tingkat wing untuk berkoordinasi lebih baik dengan organisasi Staf-A pimpinan puncak.
Jenderal Brown juga banyak berbicara tentang pertempuran masa depan (visioner). Satu ungkapannya yang banyan dikutip adalah, “saya tidak dapat memprediksi masa depan, akan tetapi saya dapat membantu membentuknya”.
Ungkapan ini disampaikannya sekitar setahun setelah dilantik menjadi KSAU AS, tak lama setelah dirilisnya anggaran pertahanan yang berisi sejumlah kejutan. Mulai dari rencana memensiunkan beberapa pesawat tua, dan rencana jangka panjang yang dikenal sebagai Program Pertahanan Tahun Depan.
Membentuk masa depan, menurutnya, berarti memastikan pasukan AS tidak dapat dihalangi dalam menghadapi oposisi atau oleh program yang gagal dan tidak memberikan hasil. Merampingkan inventaris pesawat tempur saat ini dan berinvestasi pada kemampuan pesawat tempur dan pembom masa depan dari sekarang, akan membantu menyiapkan opsi-opsi itu di masa depan. “Saya ingin memastikan bahwa kami memiliki opsi yang benar-benar telah kami lihat,” ucapnya.
Kita ketahu bahwa Brown juga berbicara tentang ancaman nuklir. Dia ingin memastikan bahwa AS memiliki penangkal nuklir yang aman, terjamin, dan dapat diandalkan. Brown juga menyebutkan modernisasi pesawat pembom B-52 menjadi B-21 dan rudal Minuteman 3. Kenapa modernisasi begitu penting? Ini jawaban Brown.
“Satu hal yang akan saya katakan adalah bahwa inilah mengapa saya akan memodernisasi, karena kami memiliki beberapa pesawat yang, dari sudut pandang pemeliharaan, sedikit lebih sulit, lebih sulit untuk dipelihara (dengan) sumber daya yang semakin berkurang untuk suku cadang. Itulah aspek dari kemampuan untuk memodernisasi, bahwa kami meningkatkan ketersediaan pesawat dan memastikan kami memiliki kekuatan yang siap.”
Bereksperimen dengan dan menggunakan kemampuan yang tersedia juga merupakan bagian dari rencana itu. Di antaranya USAF menguji Advanced Battle Management System, dengan menciptakan sebuah pod yang akan terbang dengan KC-46 dan akan memanfaatkan pengisian bahan bakar udara untuk membantu F-22 dan F-35.
Paparan Brown ini adalah bagian dari konsep Joint All-Domain Command and Control (JADC2). Sebuah upaya yang sudah tua di USAF untuk menghubungkan aset militer di seluruh domain ruang angkasa, udara, darat, laut, dan siber. “Ini konsep yang menghubungkan sensor yang tepat dengan penembak yang tepat,” katanya.
“Ini benar-benar tentang pergerakan informasi dan data untuk membantu mendorong keunggulan keputusan, dan pada akhirnya akan melibatkan pembagian data dan kesadaran situasional di setiap matra. Kami tidak melakukan semua ini secara terpisah. Kami harus dapat bekerja sama sehingga data harus dapat dibagikan. Saya tidak perlu menggunakan setiap bagian data dari setiap unit atau matra lain. Saya ingin memastikan bahwa data tersebut tersedia jika saya membutuhkannya, dan sebaliknya. Saya ingin data saya tersedia dan dapat digunakan oleh mitra secara bersama. Di situlah JADC2 hadir: ketika kita memiliki pemahaman yang sama untuk merasakan, memahami, dan kemudian bertindak dan mengeksekusi,” bebernya.
Namun demikian, teknologi ini tidak bisa berjalan sendiri. Karena itu, kata Brown, melatih penerbang untuk beroperasi dalam kondisi ini akan sama pentingnya dengan mengaktifkan JADC2 seperti halnya mengembangkan teknologi baru. Karena dalam situasi pertempuran yang komplek, menurut Brown, penerbang tidak akan memiliki informasi yang sempurna. Untuk itu mereka harus mampu membuat keputusan pada tingkat yang lebih rendah.
Dia menerapkannya tidak hanya pada peperangan dan pengembangan teknologi baru, tetapi juga pada cara pengembangan dan akuisisi sistem. Angkatan Udara sedang mengalami “pergeseran budaya,” beralih dari solusi perangkat keras dan perangkat lunak yang terintegrasi penuh untuk memperoleh perangkat keras yang mungkin dapat melakukan berbagai hal di masa depan saat solusi perangkat lunak baru muncul.
“Ini adalah pola pikir yang berbeda,ini adalah pendekatan yang berbeda. Karena kami telah bekerja sama dengan mitra industri kami, saya melihat bahwa kami bergerak ke arah itu. Kita harus terus bergerak ke arah itu. Pengembangan perangkat lunak memang seperti itu, tetapi aturan akuisisi tidak demikian, dan itulah salah satu tantangan yang harus diatasi USAF,” katanya.
Program dan inovasi baru dapat membantu mendorong hal itu. Mulai dari pabrik perangkat lunak Angkatan Udara hingga kolaborasi dengan kontraktor non-tradisional dan bahkan kontraktor tradisional. Penerbang harus bersedia mengambil risiko, katanya.
“Anda tidak bisa menjadi inovatif dan menghindari risiko pada saat yang bersamaan,” tambah Brown. “Kita harus bisa mengambil sedikit risiko, dan beberapa hal tidak akan berhasil. Namun selama kita gagal maju, itulah (yang) kita perlukan, sehingga kita dapat mempercepat perubahan. Jadi kita tidak akan kalah.”
Pemikiran-pemikiran ini adalah sedikit dari banyak gagasan yang digelorakan Jenderal Brown sejak menjadi KSAU. Tema-tema ini terkait dengan tujuan utamanya untuk “mempercepat perubahan atau kalah” (accelerate change or lose).
Keterbukaan
Brown memiliki reputasi menahan diri untuk tidak berkomentar hingga akhir pertemuan. Dia juga secara terbuka menyatakan bahwa tidak suka jika ada orang yang mencoba mengadakan “pertemuan setelah pertemuan” untuk mengarahkan yang telah disepakati ke arah yang berbeda.
Ketua Kepala Staf Gabungan secara teratur muncul di Kongres. Dengan reputasinya, Brown menawarkan hubungan yang relatif lebih baik. Sudah menjadi rahasia umum, Brown melalui pendekatan rahasia yang ekstensif, berhasil membujuk anggota parlemen utama untuk mengikuti rencana memensiunkan platform yang “tidak lagi relevan” seperti A-10 Thunderbolt guna memberikan ruang bagi platform baru.
Jenderal Charles Quinton Brown Jr. mengakui bahwa upaya ambisiusnya untuk USAF kemungkinan besar tidak akan sepenuhnya terwujud hingga akhir masa jabatannya sebagai KSAU AS selama empat tahun. Pada Agustus 2022 ia mengatakan bahwa ternyata lebih sulit daripada yang ia perkirakan untuk mengubah pemikiran jajaran di dalam, terutama di antara beberapa perwira senior.
Namun satu hal yang selalu ia tegaskana adalah, “Fokus saya sebenarnya adalah untuk memastikan bahwa kami tetap dapat beroperasi sebaik mungkin dengan mitra kami, dan membuat mereka memahami bahwa Amerika Serikat dan Angkatan Udara Amerika Serikat berkomitmen untuk bekerja sama dengan sangat erat.”