MYLESAT.COM – Untuk kesekian kalinya mendarat di Lanud Raden Sadjad di Ranai, Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, selalu teringat perjuangan hebat tokoh AURI (TNI AU) yang namanya kemudian diabadikan sebagai nama pangkalan udara ini. Bagaimana bisa ia bersama tujuh anggotanya membangun lapangan terbang di ujung utara Indonesia pada tahun 1955.
Baca Juga:
- Bukan untuk Timbulkan Ketegangan Kawasan, KSAU Resmikan Tiga Denhanud dan Satu Skadron Udara Hari Ini
- Kolonel (Pur) PGO Noordraven, Kisah Bomber Indo yang Memilih Bergabung dengan AURI
- KSAU Kunjungi Satrad 212 di Tanjung Datuk, Natuna yang Menghadap ke Laut China Selatan
Natuna sudah banyak berubah. Tidak hanya di lingkungan Lanud tapi juga di kota dan daerah sekitar. Kota yang berada di bibir lautan dan menghadap Laut China Selatan ini, semakin elok dan terus berbenah.
KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mendatangi Lanud Raden Sadjad pada 21 Oktober 2021 untuk meresmikan Detasemen Hanud 475, 476, 477 serta Skadron Udara 52. Beruntung mylesat.com ikut dalam rombongan, sehingga bisa kembali merasakan sejuknya terpaan angin laut Natuna.
Lanud Ranai resmi berganti nama menjadi Lanud Raden Sadjad pada 3 November 2016. Upacara pergantian nama Lanud dipimpin oleh Panglima Koopsau I Marsda TNI Yuyu Sutisna.
Turun dari pesawat B737-500 A-7307 Skadron Udara 17 yang diterbangkan Mayor Pnb Irwanda, wajah langsung disapa lembutnya angin yang membawa uap air. Mendung sedikit menggantung di puncak Gunung Ranai yang berada persis di depan Lanud.
“Kalau mau tahu akan hujan atau tidak, tinggal lihat Gunung Ranai saja,” ujar salah seorang anggota Lanud menyela.
Gunung Ranai menjadi dataran tertinggi di Natuna. Gunung ini memiliki tiga puncak dengan ketinggian berbeda. Puncak Serendit setinggi 968 meter, Puncak Eldians (999 meter), dan yang tertinggi Puncak Datuk Panglima Husin (1.035 meter).
Di salah satu puncak ini menonjol tegak ke atas sebuah bongkahan batu. Menurut salah seorang staf di Natuna Dive Resort, salah satu batu itu runtuh beberapa waktu yang lalu sehingga menimbulkan longsor.
Sulit diperkirakan sebesar apa batu ini. Karena dari jarak yang begitu jauh saja, batu ini sudah terlihat besar.
Pada saat peresmian pergantian nama Lanud, dikisahkan bahwa Raden Sadjad merupakan tokoh perintis Angkatan Udara (AURI) yang memimpin tim pelaksana pembangunan Lanud Ranai untuk pertama kali di Natuna bersama tujuh anggotanya pada 5 Mei 1955.
Tim kecil ini diutus KSAU untuk membangun landasan di Ranai. Tidak ada bukti otentik yang mengatakan, apakah pembangunan Lanud Ranai saat itu sudah atas pertimbangan strategis karena berada pada titik terluar dan menghadap Laut China Selatan.
Tim ini dipimpin Letnan Udara Satu Raden Sadjad beberap anggotanya. Mereka adalah Pratu Effert (ADC), Sipil Komaling (Mandor 1), Sipil Williem (Mandor 2 merangkap tukang kayu), Sipil Mathias (juru masak merangkap tukang kayu), Sipil Chalik (juru masak merangkap tukang kayu), dan Sipil Othing (Teknik).
Tim mendarat di alur Pelabuhan Sedanau (sebelah barat Natuna) menggunakan pesawat amfibi PBY-5 Catalina.
Dalam kaitan penerbangan, TNI AU memberikan kode RSA untuk Lanud Raden Sadjad. Sedangkan IATA menyebutnya NTX dan WIDO oleh ICAO.
Lanud Raden Sadjad dilengkap landasan dengan panjang 2.560 X 32 meter dengan arah 18/36. Pengoperasian Lanud ini berbagi dengan penerbangan sipil, dengan terminal baru diresmikan Presiden Joko Widodo pada 6 Oktober 2016.
Penggantian nama ini sebagai bentuk penghormatan atas jasa dan pengabdian tokoh-tokoh TNI AU di masa lampau.
Lalu siapa Raden Sadjad?
Laki-laki bertubuh sedang ini merupakan putra tanah Pasundan yang lahir di Tasikmalaya. Raden Sadjad yang saat itu berpangkat letnan satu, merintis pembangunan pangkalan udara Ranai sejak 1955 hingga 1958.
Karena interaksi sosialnya yang baik, Raden Sadjad menikah dengan warga asli Natuna beretnis Tionghoa.
Selain Lanud, nama Raden Sadjad juga dijadikan sebagai nama lapangan sepakbola di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Dikutip batamnews.co.id, disebutkan bahwa Raden Sadjad mulai dikenal pada Januari 1942 saat masih berstatus kadet penerbang. Dalam satu kesempatan diceritakan, ia ditantang taruhan gaji sampai ratusan gulden Belanda dengan kadet Belanda, PGO Noordraven.
Namun dari literatur mylesat.com, data yang disajikan ini sedikit meragukan. Karena Noordraven sendiri bersama beberapa kadet lainnya, dilarikan ke Australia pada Maret 1942 menggunakan kapal laut. Belanda takut para kadet yang akan diturunkan ke medan perang ini, ditangkap atau bahkan dibunuh tentara Jepang.
Untuk itulah, mereka dibawa ke Tasikmalaya dan selanjutnya ke Cilacap untuk naik kapal. Dari Australia, mereka diterbangkan ke Adelaide dan kemudian diangkut kapal ke Amerika Serikat.
Setelah berlabuh di San Fransisco, mereka diangkut menggunakan kereta api ke Jackson terus ke Leavenworth untuk mengikuti primary training. Rampung di Leavenworth, mereka kembali ke Jackson untuk melanjutkan ke tahap basic training hingga operation.
Kembali ke kisah Sadjad. Pasca penyerahan Belanda di Kalijati pada Maret 1942, ia direkrut sebagai kopilot pesawat pembom yang ditugaskan ke Burma (Myanmar).
Pesawatnya tertembak pemburu Jepang dan jatuh di hutan. Lima bulan kemudian, Sadjad pulang ke Tasikmalaya, padahal keluarganya sudah tahlilan karena menyangka sudah gugur.
Menurut sumber ini, pasca perebutan Pulau Morotai tahun 1945, Sadjad membantu pasukan AS dibawah komando Jenderal Mac Arthur untuk menguasai lapangan terbang Morotai. Sadjad disukai penduduk pribumi sehingga tentara Amerika menjulukinya King Sadjad.
Karena riwayat penugasannya, pemegang NRP 462981 ini kembali ditugaskan AURI untuk menjadi Komandan Lapangan Terbang Morotai pada tahun 1952.
Sejak saat itu, Sadjad jadi andalan AURI untuk mengembangkan lapangan terbang khususnya di daerah terpencil.
Salah satu kelebihan Raden Sadjad adalah, mudah berbaur dengan masyarakat pribumi. Ia pintar mengambil hati warga dengan mengadakan pertunjukan layar tancap. Termasuk mendekati gadis-gadis setempat.
Marsekal (Pur) Saleh Basarah, Marsda (Pur) Wisnu Djajengminardo, Marsma (Pur) A. Andoko, dan Kolonel (Pur) PGO Noordraven pernah berbagi cerita.
Keempat sesepuh TNI AU yang pernah mylesat.com temui ini, mengatakan hal yang sama soal Sadjad.
“Saya landing di mana-mana, selalu ketemu Sadjad,” ujar mereka disimpulkan. Kata “dimana-mana” menunjukkan bahwa Raden Sadjad memang dipercaya menjadi semacam ketua tim konstruksi pembangunan lapangan terbang AURI saat itu.
“Dia pintar mengambil hati kepala desa atau ketua adat dengan cara mendekati anak gadisnya, sehingga ia mudah mendapatkan lahan untuk membangun pangkalan,” simpul mereka lagi.
Dengan mengantongi restu dari tokoh desa itu, warga pun dengan senang hati membantu pembangunan lapangan terbang.
Tepatnya 29 Desember 1955, dilaksanakan uji pendaratan pertama pesawat C-47 Dakota T-480 milik AURI yang diterbangkan Kapten Udara A. Fatah.
Raden Sadjad meninggal karena usia tua dengan pangkat terakhir mayor udara. Ia dikebumikan di pemamakaman umum Karang Nangka yang berada pinggir Lapangan Sepakbola Sukamantri, Kecamatan Ciawi, Tasikmalaya.
Atas dharma baktinya, Mayor (Pur) Raden Sadjad memperoleh Bintang Sakti, Bintang Swa Bhuana Paksa, Bintang Nararya, dan Bintang Gerilya.