Membangun Sistem Pertahanan Udara di IKN dengan Pendekatan yang Realistik dan Futuristik

0

MYLESAT.COM – Beberapa waktu yang lalu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melaksanakan Focus Group Discussion bersama TNI AU untuk mendiskusikan model sistem pertahanan udara yang akan dibangun di Ibu Kota Nusantara (IKN). Tim ahli TNI AU memaparkan konsep pertahanan udara IKN yang dinamakan Smart Air Defense System.

Dalam pemaparannya, Paban IV/Renprogar Srenaau, Kolonel Pnb Zulfikri Arif Purba menyampaikan bahwa untuk membangun sistem pertahanan dan keamanan terintegrasi di Ibu Kota Nusantara maka diperlukan pendekatan yang tepat.

Konsep Smart Air Defense IKN mencakup tiga unsur yaitu sistem sensor, shooter, dan Command Control. Ketiga unsur tersebut harus terintegrasi satu dengan yang lainnya.

Selain itu, menurutnya, diperlukan multi-domain integration system dimana setiap unsur pertahanan udara dari ketiga matra TNI (Darat, Laut, Udara) harus terintegrasi untuk mewujudkan sishanudnas yang efektif dan efisien.

Kita yakini bahwa FGD berlangsung tidak sesederhana rilis yang dimuat TNI AU melalui media sosialnya. Membangun sistem pertahanan dan keamanan untuk sebuah ibu kota negara merupakan sebuah evolusi yang tak akan pernah berhenti. Sistem ini sejak dini harus dibangun selentur mungkin (realistic – futuristic) dalam mengikuti tren ancaman pada masanya.

Coba kita intip sistem perlindungan diri Gedung Putih (White House) di Amerika Serikat sehingga menjadikannya sebagai salah satu bangunan paling aman di dunia.

Gedung Putih mulai digunakan sejak pemerintahan George Washington (1789 – 1797). Pembangunannya dimulai sejak 1792 oleh para pekerja Afrika-Amerika, Eropa, dan beberapa imigran. Pembangunan awal berlangsung selama delapan tahun. Meskipun belum selesai, Gedung Putih telah siap untuk digunakan secara terbatas pada November 1800.

White House yang terletak di 1600 Pennsylvania Avenue NW di Washington DC ini menerapkan sejumlah langkah canggih untuk melindungi Presiden AS dan pemerintahannya.

Kompleks Gedung Putih terletak di pusat zona larangan terbang (flight restricted zone) sejauh 15 mil yang dikontrol ketat dan bersebelahan dengan Bandara Ronald Reagan di Washington. Di sekitar area steril ini banyak ditanam peluncur rudal permukaan ke udara dan terletak di seberang kota. Rudal-rudal ini siap mencegat pesawat apa pun yang tidak mematuhi perintah Angkatan Udara AS.

Memang sistem hanud Gedung Putih tidak bisa diintip publik secara kasat mata. Namun setidaknya, visualisasi sistem pertahanan udara Gedung Putih di film Olympus Has Fallen (2013), bisa dijadikan acuan dan mungkin benar adanya.

Diperlihatkan sistem rudal hanud yang langsung aktif ketika Gedung Putih diserang AC-130 Gunship, serta bagaimana Presiden AS dievakuasi dan segera dibawa ke Presidential Emergency Operations Center (PEOC) dan Situation Room.

PEOC dan Situation Room yang berada di Sayap Timur dan Barat dapat terus beroperasi bahkan jika terjadi ledakan nuklir.

Gedung Putih disebutkan memiliki radar di bagian atap yang dengan cermat memantau area di sekitarnya. Batas Gedung Putih dipantau oleh serangkaian kamera inframerah yang mampu mendeteksi variasi suhu sekecil apa pun dan memberi tahu pihak keamanan tentang kemungkinan adanya ancaman.

Meskipun sebagian besar fungsi pertahanan Gedung Putih tersembunyi dari pandangan publik, pagar yang mengelilingi seluruh bangunan merupakan hal yang nyata dan menawarkan perlindungan mengesankan.

Berdiri setinggi 2,1 meter (7 kaki) di atas pijakan beton tahan benturan, pagar besi tempa ini dilengkapi serangkaian duri untuk mencegah tanaman merambat.

Pada 2017, staf Gedung meningkatkan ketinggian pagar menjadi 3,3 meter (10,8 kaki) dan memperbaiki pagar dengan sensor untuk memperingatkan petugas keamanan saat tekanan diberikan pada jeruji. Sementara jendela antipeluru di bangunan dapat menahan berbagai dampak langsung dari senjata semiotomatis.

Kompleks Gedung Putih dilindungi secara eksklusif oleh Dinas Rahasia AS (Secret Service) dan US Park Police. Sistem rudal canggih NASAMS (Norwegian Advanced Surface to Air Missile System) diketahui dipercaya untuk melindungi ruang udara di sekitar Gedung Putih seperti di Fort Belvoir dan Carderock NSWC di dekatnya.

Efektivitas NASAMS ditingkatkan oleh militer AS dengan dikawinkan dengan mobile platform AN/TWQ-1 Avenger untuk perlindungan tambahan pada target bernilai tinggi termasuk Washington sendiri.

Unit NASAMS yang sama terus melindungi presiden dan semua wilayah udara di sekitar Gedung Putih yang sangat dilarang untuk dilintasi pesawat hingga hari ini.

Meskipun pengunjung dapat melakukan tur ke beberapa bagian Kompleks Gedung Putih, semua pemesanan harus dilakukan di awal dengan pemberitahuan setidaknya 21 hari sebelumnya untuk memberikan waktu pemeriksaan latar belakang pengunjung.

Untuk warga negara AS sendiri harus meminta akses melalui anggota Kongres mereka, meskipun pengunjung internasional disarankan untuk menghubungi konsulat mereka.

Tentu sistem pengamanan di Gedung Putih merupakan bagian dari integrated defence system yang dibangun di sekitar Washington dan benua AS umumnya. Begitu banyak fasilitas militer bermarkas di sekitar White House. Termasuk dua landasan udara yaitu Andrew Air Force Base dan Bandara Ronald Reagan.

Sishanud IKN

Lokasi pembangunan ibu kota baru Indonesia berada di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur. Pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kaltim menimbulkan konsekuensi pergeseran center of gravity (CoG) Indonesia dari Pulau Jawa ke Pulau Kalimantan.

Sistem pertahanan udara (Sishanud) yang akan dibangun di Ibu Kota Nusantara tentunya sudah memikirkan dan mempertimbangkan berbagai faktor yang menyertainya. Seperti kita ketahui, IKN berada di bibir Selat Makassar dan di dekat Alur Laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II).

Secara geopolitik, IKN terletak di dekat perbatasan darat, laut, dan udara dengan negara tetangga yang berpotensi menghadirkan ancaman ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan.

Keberadaan ALKI II menjadi salah satu potensi ancaman terhadap kedaulatan NKRI seperti potensi ancaman pelanggaran wilayah udara dan radius of action (RoA) pesawat tempur asing yang secara geografis letak IKN masuk ke dalam jangkauan RoA pesawat militernya.

Begitu pula dengan konflik di Laut China Selatan (LCS), menjadi faktor sangat serius yang harus dicermati. Peningkatan kemampuan militer China dengan beroperasinya kapal induk Type-033 yang diberi nama Fujian, menyadarkan kita bahwa China sudah mampu menghadirkan kekuatan militernya di samudera.

Menurut Naval News, kapal induk Fujian sebanding dengan kapal iduk kelas kelas Nimitz dan Ford yang dioperasikan Angkatan Laut AS. Desainnya juga serupa dalam banyak hal.

Selain menghadirkan kekuatan militer di Kalimantan Timur untuk melindungi IKN, TNI juga harus menghadirkan perlindungan udara elektronik dengan membentuk ADIZ (Air Defense Identification Zone) IKN. Karena posisi IKN sangat dekat dengan FIR (Flight Information Region) negara tetangga seperti FIR Singapura, FIR Kinabalu, dan FIR Manila.

Pengembangan kemampuan peperangan elektronik di wilayah IKN, mau tidak mau, juga harus dikedepankan TNI karena akan sangat mendukung operasional kapal-kapal perang TNI AL di sekitar LCS.

Semua kondisi lapangan ini menjadi masukan untuk dipertimbangkan sebagai tantangan operasi dalam mewujudkan sistem pertahanan IKN. Karena sejatinya, lingkungan strategis berikut ancamannya serta lingkungan global, regional, dan nasional merupakan faktor-faktor yang akan terus menempel di dalam konsep pertahanan tersebut.

Itu sebabnya sistem hanud yang akan dibangun harus realistik dan futuristik. Sehingga dengan kelenturannya akan menjadikannya lebih mudah untuk ditingkatkan atau dimodernisasi sesuai perkembangan teknologi di masa depan.

Aplikasinya dalam terminologi militer adalah harus mewaspadai berbagai ancaman serangan conventional maupun unconventional baik di permukaan, bawah permukaan, atas permukaan hingga outer space. Di ketiga matra ini pun musuh bisa melontarkan ancaman dan serangan melalui pemanfaatan gelombang elektromagnetik yang melumpuhkan. Selain itu, saat ini masih ditambah dengan ancaman cyber yang sangat menakutkan.

Dari analisa dan faktor-faktor yang ada inilah tim perumus bisa menetapkan kekuatan udara (dan TNI secara umum) seperti apa yang harus digelar di IKN. Teori pertahanan menekankan pada pentingnya kemampuan pertahanan untuk menanggapi dan merespons ancaman keamanan yang muncul. Untuk itu dibutuhkan keterpaduan ketiga matra dalam mewujudkan air, land and maritime integration power.

Konsepsi tentang sistem pertahanan udara IKN ini, selintas, pernah diungkap Marsekal (Pur) Fadjar Prasetyo pada saat menerima paparan konsep Indonesian Archipelagic Air Defense System di Mabes TNI AU pada 8 Januari 2024.

Menurut Fadjar, membangun sistem hanud IKN harus mempertimbangkan banyak hal seperti ancaman konvensional termasuk ancaman kekinian (siber) dan, yang harus mulai dipikirkan, dari luar angkasa. Sehinggaa TNI AU dapat menghadapi berbagai ancaman udara yang semakin kompleks.

Pemikiran ke arah ini diwujudkan Fadjar di masa kepemimpinannya sebagai Kepala Staf Angkatan Udara dengan melahirkan Sistem Pertahanan Udara Nasional “Cakra”, Indonesian Archipelagic Air Defence System (IAADS). Cakra adalah akronim dari Cerdas, Akurat, Kuat, Responsif, dan Adaptif.

Peringatan Hari Kemerdekan Republik Indonesia ke-79 yang akan diperingati untuk pertama kalinya di IKN pada 17 Agustus 2024, menjadi momentum awal dari kepindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur. Secara resmi pada 17 Agustus itu, Presiden, Wakil Presiden, segenap menteri dan hampir seluruh pejabat tinggi negara akan berkumpul untuk pertama kalinya di IKN.

Kiranya akan lebih bijak jika konsepsi pertahanan udara IKN sudah disiapkan sejak dini secara matang, objektif, dan proporsional dengan tetap mengedepankan faktor realistik dan futuristik

Share.

About Author

Being a journalist since 1996 specifically in the field of aviation and military

Leave A Reply